Sabtu, 15 Oktober 2011

" Kelolah Hati....Kuasai Emosi "



Emosi adalah anugrah Tuhan yang indah, walau sering di konotasikan negatif.

Tetapi sesungguhnya hidup ini akan sunyi tanpa adanya emosi, karena masing-masing pribadi tidak bisa mengungkapkan perasaannya. Dan hidup ini bisa menjadi indah dengan adanya emosi, karena masing-masing pribadi bisa meresponi satu sama lain dengan kasih. Tapi hidup ini juga bisa menjadi berantakan dan sia-sia karena adanya emosi, karena masing-masin pribadi tidak dapat menguasai emosinya, dalam hal ini yang di maksud adalah ketersinggungan, kesalahpahaman, amarah dan kebencian. Amarah bisa terjadi seketika dan juga bisa menjadi deposit masa lalu, tetapi dua-duanya tetap harus dalam pengendalian kita dan bukan sebaliknya, kita yang di kendalikan oleh emosi atau amarah kita.


I. AMARAH  PADA MASA LALU

Masa lalu kerap kali menyimpan memori buruk yang ingin kita hapus dari daftar ingatan. Sayangnya, tak mudah membebaskan diri dari rasa marah atau dendam. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penyakit bersumber dari amarah dalam hati.

Kecemasan, depresi, kekhawatiran, insomnia, dan penyakit fisik adalah sedikit dari penyakit yang disebabkan faktor amarah tadi. Dengan memaafkan dan mengucap kata maaf, sebenarnya kita sudah mengambil kembali kendali hidup kita. Ditambah lagi bonus positif untuk kesehatan. Salah satunya adalah turunnya tekanan darah.

Dalam studi The Stanford-Ireland Hope Project, Frederic Luskin PhD dan Carld Thoresen PhD melakukan penelitian tentang dampak memaafkan. Dalam studi ini dilibatkan 17 pria dan wanita yang anggota keluarganya pernah menjadi korban pembunuhan. Selama beberapa waktu para responden itu diberikan training "memaafkan".

Setelah satu minggu, 35 persen para responden yang kehilangan pasangan, anak, orangtua, atau saudaranya itu melaporkan penyakit sakit kepalanya berkurang. Demikian juga dengan berbagai penyakit yang terkait stres lainnya. Sementara itu, 20 persen responden mengaku gejala depresinya berkurang.

 Bagaimana Hilangkan Amarah ?
  


Banyak orang mengakui, memberikan kata maaf bukanlah hal yang mudah. Meski demikian, ada 5 cara yang bisa kita pakai agar hati lebih tulus memaafkan seperti yang dijabarkan oleh Joan Borysenko PhD, penulis buku Inner Peace for Busy People. 


1. Memahaami maksud dari memaafkan
Pada umumnya orang tak mau memberikan maaf karena mereka merasa hal itu sama saja dengan menyatakan bahwa orang lain tak berbuat salah atau kita berdamai dengan orang yang telah menyakiti hati kita.

Joan Borysenko PhD, psikolog, mengatakan, memaafkan adalah hal tentang melepaskan amarah yang selama ini menyandera Anda. Ini sama artinya dengan menerima Anda salah dan memutuskan untuk membebaskan diri dari hal yang menyakitkan.

2. Duka untuk yang hilang
Agar kita bisa memaafkan dengan tulus, kita harus merasakan kesedihan. Hal itu butuh waktu, tetapi setelah Anda memutuskan untuk melepaskan amarah, hati akan terasa lebih ringan secara bertahap. Pada saatnya, memori pada kejadian di masa lalu akan lebih jarang diingat dan rasanya tak lagi menyakitkan.

3. Jangan menunggu permintaan maaf
Terkadang orang yang kita anggap telah menyakiti hati kita tak menyadari perbuatannya salah. Atau mungkin juga mereka tak mampu memahami dan berempati. Permintaan maaf dari orang tersebut memang bisa menyembuhkan luka, tetapi memutuskan untuk membuang harapan ada permintaan maaf juga memiliki dampak yang sama.

4. Mencoba memahami alasan
Fakta menunjukkan, perilaku buruk adalah hasil dari emosi yang kurang matang. Ini terbukti dari pelaku kriminalitas yang mayoritas mengalami kekerasan fisik atau psikis pada masa kecilnya. Empati akan membantu kita mengikis rasa marah, bahkan mengubah hidup kita.

5. Sambut yang akan datang
Kehidupan merupakan sebuah sekolah tempat kita belajar banyak hal, termasuk yang menyakitkan. Kita tak bisa menghindarkan diri dari rasa sakit, tetapi kita bisa memilih untuk keluar dari bayang-bayang dendam seumur hidup kita.

Memilih untuk melepaskan dan melanjutkan hidup akan membuat Anda menjadi individu yang baru. Ini akan memberi Anda kedewasaan dan belas kasihan kepada sesama dan juga diri Anda.




Melawan Ego dengan Menahan Amarah  - Telanlah Amarahmu, Lalu Cernalah....!!!

Kalau setelah berdoa rasanya amarah masih saja terjadi, cobalah ambil buku ataupun selembar kertas, lalu tuliskan semua perasaan dan segala bentuk kekesalan hingga kita kehabisan ide untuk menuliskannya. Jika pada tahap ini rasa marah belum jua sirna, maka segeralah berbaring di tempat tidur, tarik nafas panjang dan ulangi minimal 7 kali. Nah sekarang pejamkan mata lalu buka kembali, baca coretan amarah yang ada di dalam kertas hingga merasa bosan. Akan lebih rileks jika kita juga memutar lagu kesayangan


Bagaimana kalau semua hal di atas sudah dijalankan tetapi amarah belum hilang? Tak perlu dibuat pusing, sekarang silahkan anda marah kepada orang yang dituju, tapi saya sangat yakin kemarahan anda akan lebih tepat dan kata kata yang keluar juga akan lebih bijak. Anda akan tetap memiliki ketenangan dan boleh jadi orang yang membuat anda marah akan meminta maaf dengan ketulusan hatinya. Dia akan mengakui kesalahannya dan akibat lainnya dia akan memberi respek yang lebih tinggi kepada anda.



II. AMARAH PADA SAAT INI



 Pengendalian Emosi adalah bidang ilmu pengetahuan yang besar, sangat tinggi & mendalam.  

Sebagian besar perdebatan dan pertentangan adalah direka-reka dan sama sekali tidak bermanfaat, terkadang hanya karena atmosfir percakapan yang kurang menyenangkan, ekspresi yang tegang, wajah tanpa senyum, suara yang mendesak dan faktor-faktor lain yang secara kebetulan menimbulkan salah kaprah; ataupun kita terlalu menaruh perhatian terhadap cerita di balik kata-kata yang diucapkan secara sengaja atau tidak sengaja, terlalu  mengkhawatirkan perasaan diri sendiri, sehingga begitu mendengar kata-kata yang tidak sesuai hati kita segera meledak, segera menggempur balik. Dengan demikian, meskipun pandangan yang dinyatakan berbeda, sangat mudah menimbulkan pertikaian karena telah mengabaikan pemberian penjelasan dan penghargaan yang sesuai.






Cerita-cerita kecil yang patut direnungkan: 

Celah Pertikaian suami - istri
Seorang istri sedang sibuk memasak di dapur. Sang suami mengoceh tak berkesudahan di sampingnya, “Hati-hati! Apinya terlalu besar, baliklah ikan dengan perlahan. Tambahkan lagi sedikit minyak zaitun! Perhatikan.”
“Mengesalkan! Bukankah saya lebih mengerti bagaimana memasak!” jawab istrinya jengkel.
“Tentu saja kamu mengerti! Saya hanya ingin melalui hal ini membuatmu menyadari bahwa setiap kali ketika saya mengemudi mobil, kamu sering mengoceh tiada habisnya. Perasaan saya waktu itu bagaimana,” jawab sang suami dengan tenang. Mendengar ini si istri tak dapat menahan senyum tanda mengerti.
Menunjukkan pengertian dan simpati pada orang lain dengan memosisikan diri sendiri pada posisinya sebenarnya tidaklah sulit, asal kita mempunyai hati. Mau menggunakan hati  berdiri di pihak lawan untuk melihat suatu permasalahan. Masalah apapun yang besar dapat diperkecil, yang kecil dapat ditiadakan, seperti perahu yang melewati air tidak meninggalkan bekas luka, inilah yang disebut “dunia sebenarnya tidak ada masalah, manusia sendirilah yang membuat kekacauan”.


Celah Pertikaian orangtua - anak
Seorang ayah tua yang buta duduk berdampingan dengan putranya yang sedang membaca surat kabar, di bawah pohon rindang, menikmati kebahagiaan keluarga dengan bermandikan kehangatan sinar mentari sore, sungguh sebuah pemandangan yang indah.
Sang ayah mendengar ada kicauan burung, beruntun telah bertanya 4 kali kepada sang putra, “Suara apa itu?”
Sang putra kelihatan tidak sabaran menjawab, “Itu burung gereja.” Untuk ke-4 kalinya, ia sudah tak tertahankan dan marah-marah.
Ayahnya tak menjawab apa-apa hanya berjalan masuk ke rumah. Tak lama kemudian ia berjalan keluar menghampiri putranya, sambil menyerahkan buku harian yang ditulisnya waktu masih muda. Ia meminta anaknya membacakannya. “Beberapa hari yang lalu, putra kecilku berjalan-jalan di kebun bersamaku, dia beruntun bertanya 21 kali ‘itu apa’, saya menjawabnya 21 kali ‘burung gereja’, setiap kali kupeluk anak kecil yang masih polos itu, dengan penuh kasih sayang memberi jawaban kepadanya...”
Sang putra membaca sampai di situ tiba-tiba merasa sangat menyesal, tak tertahankan dipeluknya erat-erat sang ayah sambil berkata, “Maafkan aku ayah! Maafkan aku ayah!”


Kita masing-masing mempunyai latar belakang, pikiran, kebiasaan yang berbeda-beda, bagaimana mungkin membuat pihak lain seluruhnya sesuai dengan hati kita? Di dunia ini tidak ada orang yang sempurna, antara orang tua dan anak-anak, suami istri yang paling akrab sekalipun, tak akan terhindar dari waktu-waktu tidak selaras. Karena kesenjangan antar generasi yang berbeda memang ada.

Cerewet sudah merupakan karakteristik yang muncul, orang tua selalu ingin melindungi, karena perhatian dan kekhawatirannya maka akan tak bosan-bosannya mengingatkan. Orang tua yang cerewet banyak jumlahnya, orang tua yang tidak cerewet justru sangat jarang, karena daya ingatan mereka juga sudah semakin menurun.
Acap kali karena kita bicara terlalu blak-blakan, sehingga pertemuan menjadi tidak enak, bubar dengan tidak menyenangkan, bahkan terjadi permusuhan dengan orang lain. Saat demikian mengapa tidak berpikir dari sudut pandang lain, bila kita dengan tenang mengerti perasaan orang lain, daripada berdalih habis-habisan untuk suatu  percekcokan, lebih baik mencari kesenangan hati diri sendiri dengan melepaskan rasa harga diri, curiga cemburu, bersaing, khawatir dan lain lain yang berlebihan, maka semuanya akan terasa menjadi lebih ringan dan menyenangkan! 

Apabila kita dapat berusaha agar tidak terpengaruh oleh lingkungan, memelihara hati yang tenang damai, saling memberi peluang yang lebih banyak, membiarkannya terjadi secara alami, tentu saja tidak akan mudah menjadi resah dan naik darah.





Kita sering kali mudah tersesat dalam mitos untuk menilai terlalu tinggi diri sendiri dan mengabaikan orang lain, mengharapkan orang lain menyetujui pandangan kita, bahkan sering kali menganggap diri sendiri saja yang benar dan tidak mau menerima pendapat orang lain, membenarkan pernyataan sendiri dan menuntut orang lain sangat ketat, namun longgar terhadap diri sendiri.


Kalau mau hati selalu tenang dan damai, tanya pada hati kita apakah masih ada untung ruginya? 
Jangan mencari siapa benar dan siapa yang salah? 
Kalau sudah demikian maka untuk apa lagi diperdebatkan? 





Besok akan lebih baik

Sesungguhnya, tindakan yang pandai dan bijak adalah:
 * Banyak mendengarkan
Mengamati perkataan dan air muka tapi banyak berusaha memahami dengan mengandaikan diri sendiri ada pada posisi orang lain. Memandang tapi tidak nampak, mendengarkan tapi tidak masuk ke telinga, dengan hati tidak bergerak mengendalikan semua perubahan, merupakan tingkat tertinggi dari suatu kemampuan penguasaan diri.

* Sedikit berbicara
Sedikit mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan maknanya yang sesungguhnya, sedapat mungkin menghindari penggunaan kata-kata yang tajam. Membungkam dengan tenang belum tentu menunjukkan suatu persetujuan karena dapat juga merupakan penolakan sebesar-besarnya.

Bila kita dapat membuat diri sendiri waspada, banyak memikirkan orang lain, memiliki saling pengertian, perhatian dan maaf, memperhatikan situasi pada saat kita berbicara dan nada bicara kita, selalu ingat agar bertindak perlahan-lahan & lemah lembut, lambat & tidak terburu-buru, dapat diyakini bahwa setiap langkah di esok hari akan menjadi lebih baik....Amen!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar