Minggu, 23 Oktober 2011

Bystanders Effect atau Ketidak Pedulian menjadi Prilaku Umum






"Janganlah kamu menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." ( Amsal 3:2 )


Alkitab sudah menguraikan dalam 2 Timotius 3:1-4 tentang keadaan manusia pada akhir jaman ,yaitu bahwa: "Manusia akan mencintai dirinya sendiri atau selalu ego sentris dan tidak peduli dengan sesamanya alias acuh tak acuh".Dan ini sudah marak terlihat di mana-mana. Mereka memilih untuk menjadi pengamat dan menonton saja dibanding harus menolong seseorang. Kenyataannya perilaku ini tidak hanya menjamur di kota-kota besar saja, bahkan kecenderungan ini sudah melanda masyarakat dikota-kota kecil bahkan pedesaan sekalipun. 
Manusia-manusia akhir jaman cenderung memposisikan diri untuk menjadi penonton dan menunggu orang lain yang turun tangan menolong sesamanya.


Efek penonton atau sindroma Genovese atau yang dikenal dalam bahasa psikolog sebagai Bystanders Effect adalah fenomena psikologis sosial yang mengacu pada kasus di mana individu tidak menawarkan sarana untuk membantu sekalipun melihat seseorang sedang berada dalam situasi darurat atau berbahaya. 


 Probabilitas bantuan di dianggap berbanding terbalik dengan jumlah penonton, dengan kata lain, semakin besar jumlah penonton, semakin kecil kemungkinan salah satu dari mereka akan membantu. Kehadiran para pengamat lainnya sangat mengurangi intervensi. Hal ini terjadi karena meningkatnya jumlah penonton, penonton kurang memberikan respon yang positif, cenderung menafsirkan peristiwa ini sebagai masalah, dan kurang tergerak untuk memikul tanggung jawab dan mengambil tindakan, demikian pendapat  Timotius Hart dan Ternace Miethe dengan menggunakan data dari Survei Viktimisasi Kejahatan Nasional (NCVS) dan menemukan bahwa si pengamat merasa dilema dan ditekan.




Sindroma Genovese sendiri berawal dari satu kisah yan g terjadi pada 13 Maret 1964, pukul 03.00 dini hari, Kitty Genovese (28), pulang ke apartemennya di New York City. Sementara kisah pembunuhan sekitar kematian Ms Genovese telah disimpan sebagai cerita  ilustrasi literal psikologis: "Efek Observer" atau disebut juga sebagai "Bystander Effect". Efek pengamat adalah gambaran bahwa orang yang hadir dalam keadaan darurat, individu tersebut cenderung hadir tanpa membantu apapun. Dalam kasus Kitty Genovese, ia ditusuk penyerangnya dan kemudian diperkosa. Ia diserang oleh seorang pembunuh serial yang menusuknya berkali-kali. Kitty berteriak-teriak minta tolong, tetapi tidak seorang pun tetangga yang menolongnya. Seorang tetangga mendengarnya, membuka jendela, melongok keluar, si pembunuh lari, tetapi tetangga itu menutup lagi jendela dan si pembunuh datang lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Semua peristiwa itu berlangsung selama paling sedikit 30 menit, dan baru diketahui esok harinya. Menurut media massa, polisi mewawancarai tidak kurang 38 saksi yang mendengar atau melihat peristiwa itu, tetapi tidak satu pun yang turun tangan untuk menolong atau menelepon 911 (polisi). Kasus ini kemudian menjadi contoh klasik dalam buku-buku dan kuliah-kuliah Psikologi Sosial di seluruh dunia. Peristiwa ini begitu mengejutkan buat orang New York ketika itu.  
Masyarakat pun heran dan marah. Mengapa orang-orang itu hanya bengong? 

Cerita awalnya dibesar-besarkan oleh The New York Times dengan judul, "Tiga puluh delapan yang melihat pembunuhan tidak menelepon polisi." Apa yang menyebabkan orang berdiri dan tidak melakukan apa-apa ketika orang lain begitu jelas dalam bahaya? Sosial psikolog Bibb dan John Darley Latane mulai menyelidiki efek pengamat. Sementara itu akan mudah untuk mengasumsikan bahwa lebih banyak orang hadir dalam keadaan darurat bukan berarti respon yang diterima lebih cepat, Darley dan Latane menemukan justru sebaliknya . Pertama, pemirsa melihat bahwa orang lain tidak mencoba untuk membantu, jadi jangan melakukannya . Juga, pejalan kaki mungkin merasa bahwa orang lain di sekitar mereka lebih siap untuk membantu dibandingkan mereka. Mereka melihat dan berpikir "Ah sudah ada orang lain hadir", ada disfungsi tanggung jawab, mereka semua berbagi tanggung jawab yang sama, sehingga tekanan untuk bertindak tidak begitu besar seperti apa yang seharusnya.
Tetapi para psikolog bukan hanya heran, melainkan terus berusaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka membuat berbagai penelitian di laboratorium, dan hasilnya adalah:
Bahwa memang kalau ada orang mendapatkan masalah/kesulitan/kemalangan, orang lain yang lewat atau ada di sekitar itu akan "bystanders" atau  cenderung tidak peduli alias acuh tak acuh.





Kisah lain yang masih hangat dalam ingatan kita adalah peristiwa tabrak lari yang terjdi di kota Foshan,Guangzhou,China, dimana seorang gadis cilik bernama Yue Yue, berumur 2 tahun, yang entah kenapa terlepas dari pengawasan orang tuanya. Dia sedang asyik berjalan-jalan di keramaian pasar, sambil melihat ke kanan dan ke kiri, ketika sebuah mobil menabraknya dan mobil berikutnya menabraknya lagi. Kedua mobil itu kabur, dan Yue Yue terkapar di pinggir jalan. Terlihat dalam siaran CNN bagaimana pengendara yang melintas, dan orang yang lalu lalang, hanya melirik, membelokkan sepeda motor atau mobilnya menghindari genangan darah dan agar tidak melindas tubuh cilik itu. Yang berjalan kaki pun melenggang saja.Di perkirakan ada 18 orang yang membiarkan anak itu terkapar sendiri sambil kesakitan, selama sepuluh menit (versi CNN). Baru orang ke-19, yaitu seorang pemulung bernama Chen Xianmei. Pemulung inilah yang akhirnya menolong Yue Yue, mencarikan orang tua Yue Yue, dan membawanya ke rumah sakit.


Walaupun sempat mendapatkan pertolongan medis, nyawa Yue Yue akhirnya tidak bisa terselamatkan.  ”Sebagian warga juga mengaku heran mengapa tidak ada seorang pun yang menolong anak yang terluka parah.” Mereka lanjut saja dengan kegiatan masing-masing.Yang menarik, adalah bahwa makin banyak bystanders makin besar juga ketidakpedulian mereka, dan pertanyaan yang kemudian timbul adalah, mengapa orang-orang yang melihat menjadi seperti itu, cenderung terlihat tidak bermoral,bahkan lebih kejam dari hewan? Beberapa psikolog mengemukakan teori bahwa makin banyak kehadiran orang lain, makin seseorang merasa dirinya tidak perlu dirinya ikut campur. Tentunya di antara orang-orang lain itu, akan ada saja yang membantu korban, atau karena merasa dirinya tidak mampu menolong, bukan ahlinya. Biarlah dokter atau polisi yang mengurusnya. Sebagian lain juga berpikir bahwa jangan-jangan kalau dia ikut-ikutan malah timbul masalah dengan polisi dsb. Mereka mau main selamat saja. Padahal, semua orang tahu bahwa untuk menelepon ”911” untuk minta bantuan polisi, tidak diperlukan keahlian apa pun, dan kita sekarang tahu bahwa yang menolong Yue Yue hanyalah seorang pemulung, yang insya Allah, tidak sepandai mereka-mereka yang naik mobil atau sepeda motor.


”Itu menjadi tragedi kemanusiaan yang menusuk hati para penduduk China. Berbagai komentar publik mengecam sosok-sosok yang lewat tanpa menolong Yue Yue”. Koran SINDO akhirnya mengangkat cerita ini sebagai Headlinenya dan  menyimpulkan peristiwa ini sebagai ”Tragedi Moralitas di China”.
Benar kasus tabrak lari Yue Yue memang sebuah tragedi. Tetapi tidak ada urusannya dengan moralitas, apalagi dengan orang, masyarakat, bangsa, atau Negara China. Dalam Psikologi Sosial, gejala ini dinamakan Bystander effect, atau dinamakan juga sindroma Genovese, karena peristiwa yang dialami oleh Kitty Genovese di New York Ciy dan pertama kali dikemukakan oleh dua psikolog Amerika John Darley dan Bibb Latane (1968).



Pakar lain mencoba menjelaskannya dengan teori overload, yaitu bahwa benak manusia (terutama yang sibuk, di kota-kota besar), sudah penuh sesak dengan berbagai urusan, sehingga enggan untuk memasukkan satu urusan lagi di kepalanya. Nah, hasil penelitian adanya kecenderungan untuk tidak menolong karena adanya banyak orang lain di situ, oleh para pakar psikologi sosial dinamakan Bystander effect. Kemudian ternyata teori Bystander effect ini diperkuat terus dengan bukti-bukti yang terjadi di lapangan. Pada Juni 2000, serombongan orang Puerto Rico yang mabuk, dalam pawai Hari Puerto Rico di Central Park, New York, tiba-tiba menjadi agresif secara seksual dan menyerang sekitar 60 perempuan. Sedikitnya dua korban meminta bantuan polisi yang berjaga dekat situ, tetapi polisi-polisi itu diam saja (ternyata polisi AS lebih bego dari polisi Indonesia). Tidak ada seorang pun yang mencoba menelepon 911 atau menawarkan pertolongan.




Hal ini mengingat saya pada satu kisah dalam Alkitab tentang sebuah perumpamaan yang di ceritakan Yesus di hadapan para ahli taurat . Yang mengkisahkan seorang yang sedang dalam perjalannya dari Yerusalm ke kota Yerikho, di tengah jalan ia jatuh kedalam tangan penyamun, yan g bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan meninggalkannya terkapar sekarat dipinggiran jalan. Lewatlah seorang imam turun melalui jalan itu, ia melihat orang itu tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu, ia melihat orang itu, tetapi ia juga memilih untuk melewati saja dari seberang jalan.Lalu datanglah seorang Samaria  yang sedang dalam perjalannya ketempat itu, dan ketika ia melihat orang itu,tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya,sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur.Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledainya tunggangannya sendiri lalu membawanya ketempat penginapan dan merawatnya.Keesokkan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu,katanya:"Rawatlah dia dan jika kau belanjakan lebih dari ini,aku akan menggantinya waktu aku kembali" ( Lukas 10:25-37 )


Yang paling luar biasa adalah Perumpamaan ini di pakai Yesus untuk menjawab pertanyaan para ahli Taurat kepadanya untuk mencobai DIA ,yaitu:
"Guru,apa yang harus ku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
Dengan kata lain perbuatan belas kasihan kita atau "Kepeduliaan" kita pada sesama menghantar kita pada pintu kehidupan kekal,meskipun untuk membuka pintu tersebut kita membutuhkan Yesus Kristus sebagai kunci atau Juru Slamat kita.





Masih banyak contoh Bystander effect yang lain. Tengok saja di sekeliling kita. Di rumah sakit tertentu, pasien bisa telantar beberapa jam, tanpa ada yang menolong, walaupun banyak paramedis berlalu lalang. Gelandangan terbaring di kaki lima, sakit, kepanasan, kehujanan, tidak bergerak-gerak, dan ketika akhirnya ada yang menghampiri, dia sudah mati.
Padahal dalam Alkitab banyak di jelaskan bahwa Yesus Kristus adalah Allah sumber belas kasihan, sehingga kita sangat dianjurkan bahkan diperintahkan untuk menjadi penyalur-penyalur belas kasihanNYA;

" Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit." (Matius 14 : 14)

" Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan " (II Korintus 1 : 3)

" Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. " (Filipi 2 : 1)


 
" Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu. " (Yudas 1 : 22)


"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu".....(Amsal 19 : 17)





1 komentar:

  1. Manusia-manusia akhir jaman cenderung memposisikan diri untuk menjadi penonton....
    dlm kextaan nie memang,dsekian % jmlah manusia mungkin cma 1% yg px hti BELAS KASIHAN....

    BalasHapus