Kamis, 26 Januari 2012

Jangan Terjebak Penghakiman Berdasarkan " STIGMA "


 
"Berpikirlah lebih terbuka lagi dan keluarlah dari bingkai-bingkai pikiran anda yang di landasi oleh STIGMA - STIGMA yang marak di masyarakat...!!!
Karena "Kebenaran Publik" tidak selamanya BENAR......!!!"


Banyak  perkara didunia ini yang membuat manusia jadi begitu mudah menghakimi sesamanya berdasarkan ketakutan-ketakutan yang tidak beralasan atau hanya berdasarkan STIGMA saja.


Apakah STIGMA itu....???

Stigma asalnya dari bahasa Yunani (στιγμα: "tanda" or "bercak"; majemuk: stigmata, στιγματα) mengandung beberapa arti. Istilah ini berasal dari tanda-tanda yang dimiliki seseorang pada tubuhnya (bekas bakaran atau torehan) yang antara lain menandakan bahwa orang itu adalah budak, penjahat, atau pengkhianat. Ia adalah orang yang cacat moralnya dan karena itu harus dihindari, khususnya di tempat umum.Stigma membuat orang tega mengucilkan orang lain.

STIGMA menandakan orang tersebut ada cacat/parutnya....

"Secara umum STIGMA mengarah pada konotasi NEGATIF terhadap seseorang" 

Di dalam sejarah Gereja Kristen, istilah ini kemudian bisa mengandung dua arti, yaitu tanda-tanda fisik yang diyakini berasal dari Tuhan (misalnya tonjolan pada kulit), dan acuan medis kepada tanda-tanda keagamaan ini sebagai petunjuk adanya cacat fisik. Contohnya, St. Fransiskus dari Asisi dipercayai mempunyai stigmata, tanda-tanda pada tubuhnya yang sama seperti tanda-tanda bekas luka karena penyaliban pada diri Yesus.


Kata "stigma" juga dipergunakan dalam istilah "stigma sosial", yaitu tanda bahwa seseorang dianggap ternoda dan karenanya mempunyai watak yang tercela, misalnya seorang bekas narapidana yang dianggap tidak layak dipercayai.


ADA BERBAGAI STIGMA YANG MARAK DI MASYARAKAT :


 STIGMA SOSIAL





1. STIGMA  Narapidana

Saya dan teman-teman melayani para Narapidana secara kuhsus, bahkan sampai  menyekolahkan anak-anak mereka, bukan hanya pada saat orang tuanya masih dalam tahanan, tapi juga saat mereka sudah keluar atau pada masa transisi.
Karena sesungguhnya pada masa transisi ini 'penghukuman' atas kehidupan mereka terasa lebih berat lagi dibandingkan saat masih berada dalam penjara. Karena semua mata kan memandang dengan curiga pada mereka, alhasil akan sangat sulit bagi mereka untuk mndapatkan pekerjaan lagi. Padahal anak dan keluarga butuh dinafkahi. Untuk mencegah mereka kembali pada dunia lamanya, maka sangat dibutuhkan 'pendampingan' pada masa ini.


Bahkan tak sedikit yang sudah tertolak dari keluarganya sehingga tidak ada tempat untuk kembali.Selain menyediakan tempat untuk transit,kami juga mencarikan ladang pekerjaan untuk mereka,dengan cara menitipkan pada teman-teman seiman yang mempunyai pabrik atau perusahaan. Tentunya dengan memepertaruhkan nama baik kami sendiri, karna tak sedikit yang setelah keterima kerja, mengecewakan majikannya, bahkan kembali ke tabiat lamanya (mencuri, berbohong,dll)
Tapi kami kan tidak mungkin menyerah begitu saja, dan terus menjadi ketakutan dengan STIGMA seorang Narapidana. Sebab kalau Tuhan saja tidak pernah menyerah dengan hidup kita, maka kitapun harus demikian dengan orang-orang berdosa di sekitar kita. Kami membuat kolam Baptisan di dalam LP ( Lembaga Pemasyarakat) yang ada untuk membaptis mereka. Dan Roh Kudus memperlengkapi mereka dengan bahasa-bahasa yang baru ( Bahasa Roh ).
Kalau ada yang mau ambil sekolah Theologia setelah keluarpun kami memfasilitasinya.


Jangan membunuh karakter mereka dengan STIGMA negatif yang marak di masyarakat!
Jangan membatasi ruang lingkup dan kapasitas mereka dengan STIGMA negatif tersebut!

Tapi berilah 'kesempatan' dan 'kepercayaan' untuk mereka membuktikan pertobatannya.
Dan tak sedikit dari anak-anak asuhan kami (bekas Narapidana) yang sudah bisa membuktikan pertobatannya. Ada yang sudah lulus sekolah Theologia dan menggembalakan jemaat,ada yang sudah bekerja dan menjalani kehidupannya didalam pertobatan yang sungguh








2. STIGMA Mantan WTS 
( Wanita Tuna Sosial )


Di gereja tempat saya melayani selalu saya temui wanita-wanita seperti ini, yang sangat tertekan oleh penghukuman lingkungan terhadap mereka. Bukan karena mereka belum bertobat, tapi justru karena masyarakat  meragukan pertobatan mereka.
Bahkan sampai anak-anak mereka di kucilkan dari lingkungannya dan sekolahnya juga.
Belum lagi bila anak-anak tersebut bermasalah dalam hal akte kelahiran karena memang tidak tau siapa bapak mereka. Sering anak-anak ini menjadi frustasi, drop out dan kemudian menjadi preman jalanan yang akhirnya harus kami layani dibalik jeruji pula.


Sedih rasa hati bila harus mengkonseling orang seperti ini.....
Seandainya manusia bisa sedikit saja berperi kemanusian, memberikan kesempatan bagi orang berdosa dan para penjahat bertobat, maka kita takkan menciptakan penjahat-penjahat baru dan tidak akan membawa orang kembali pada dosanya atau mungkin menciptakan pendosa baru yaitu anak cucu mereka yang kemudian meniru kelakuan orang tuanya karena STIGMA negatif di masyarakat yang telah terlanjur mematikan sisi baik dalam kemanusiaan mereka. Sangat disesalkan bila Penghakiman massa membuat orang jatuh dalam dosa.






3. STIGMA  Seorang Janda


Dunia ini selalu memandang sebelah mata pada para wanita yang menjalani kehidupannya sebagai seorang single parent atau seorang Janda. Entah karna ia ditinggal mati oleh suaminya atau pisah karena bercerai. Terlepas dari perceraian itu karena kesalahan sang suami, sang wanita pun terkena imbasnya yaitu STIGMA Negatif karena menyandang predikat sebagai seorang Janda. Terlebih bila usianya masih cukup muda dan cantik pula.

Sangat Ironis memang, karena luka sehabis perpisahan dengan suami belum sembuh benar, sudah harus menyandang luka baru akibat kecurigaan-kecurigaan sesama kaumnya sendiri. Belum lagi perlakuan tidak sopan para pria baik lewat tatapan mata, ungkapan kata ataupun perbuatan.
Perlakuan-perlakuan ini seringnya membuat mereka tergoda untuk melakukan seperti apa yang di curigai masyarakat selama ini yaitu sebagai pengganggu suami orang atau menjadi wanita simpanan. Terkadang ini bermula bukan dari niat mereka awalnya, tapi karena penghakiman-penghakiman manusia terlanjur memojokkan mereka sehingga semua bentuk pekerjaan-pekerjaan yang baik pun sepertinya menjadi mubah/sia-sia saja mereka lakukan,karena kecaman-kecaman negatif dan kecurigaan-kecurigaan berlebih yang selalu mereka terima.
Membuat mereka pun akhirnya men-Amin-kan semua tudingan-tudingan miring tersebut. Daripada letih berkelit terus tapi tetap menerima berbagai cerca dan hujatan.

Seandainya manusia bisa sedikit saja menghargai wanita dengan predikat ini tentu hal-hal negatif tersebut takkan penah terjadi. Seharusnya kita mensuport mereka untuk kuat menjalani hidup ini sendiri dengan rejeki yang halal untuk menafkahi anak-anaknya! Dan bukan bisanya hanya mencurigai dan menghakimi serta menuding tanpa bukti.








4. STIGMA  Para TKW 
( Tenaga Kerja Wanita )


Kami pernah memiliki seorang pembantu rumah tangga yang pernah bekerja di Arab Saudi, Malasya dan Brunei, jadi sedikit tau gambaran perlakuan-perlakuan yang sering mereka terima, baik oleh para majikan maupun oleh calo-calo tenaga kerja, bahkan oleh orang-orang yang semula katanya mau menolong saja,tapi ujung-ujungnya selain akhirnya minta uangnya, dan lebih kejam lagi ada yang maksa minta dilayani nafsu maksiatnya juga.
Pembantu saya ini bercerita, dimata mereka selain banyak uangnya para TKW ini juga adalah orang-orang yang kesepian juga karena jauh dari suami dan keluarga, sehingga akan mudah dirayu. Bahkan tak jarang ada unsur pemaksaan didalamnya.


Tentunya STIGMA Negatif ini membuat para pekerja wanita menjadi tidak nyaman dan cenderung bertindak hati-hati dan waspada terhadap para lawan jenisnya terutama kaum adam di tempat ia bekerja. Tapi tak sedikit juga yang akhirnya terpancing untuk melakukan hal-hal negatif karena sudah terlanjur dicap negatif dan menerima perlakuan-perlakuan yang negatif.
Ibarat pepatah terlanjur basah ya sudah mandi saja sekalian. Kalaupun mereka pulang dengan tetap  kudus,para tetangga tetap saja mencurigai apakah mereka pernah ditiduri majikannya atau belum?Atau nyambi jual diri tidak diluar negeri sehingga bisa menjadi kaya?

Sangat disayangkan bila pemikiran kita yang sempit membuat orang lain jatuh kedalam dosa.
Seandainya para tetangga bisa turut berbahagia dengan keberhasilan mereka dan ikut bersyukur untuk setiap berkat yang mereka terima dan bawa pulang ke kampungnya, tanpa dinodai sedikitpun oleh curiga dan iri dengki, tapi sebaliknya malah memberi suport baik dalam doa dan kata-kata nasehat supaya mereka kuat menjalani hidup dinegeri orang dengan bertawakal pada yang Maha Kuasa. Tentunya iman mereka akan semakin kuat dalam menepis setiap godaan yang ada. Sebab tak sedikit dari mereka yang bisa mengajak tetangganya kerja diperantauan.Sehingga satu kampung mengalami pembaharuan ekonomi.




5. STIGMA Etnis Tinghoa


Tak dapat di pungkiri sejak jaman kolonial Belanda suku bangsa ini mulai diasingkan, dengan alasan banyak menjadi antek-antek penjajah. Karena sebagai seorang pedagang mereka tentu tidak akan dengan mudah lari ke sana kemari mengungsi seperti penduduk-penduduk pribumi pada umumnya, sehingga keadaan memaksa mereka untuk bermuka dua. Selain sebagai mata-mata pemerintah Indonesia, juga terkadang mereka membelot menjadi mata-mata penjajah juga, tentu saja dengan alasan keamanan usaha mereka, apalagi bila penjajah menjadi langanan usaha mereka. Sehingga akhirnya kepercayaan pemerintah hilang terhadap mereka bahkan terkesan  sangat mendiskriminasi mereka.Padahal tak sedikit pejuang-pejuang kemerdekaan juga yang berdarah Tionghoa seperti Oey Tju Tat (Politikus jaman Bung Karno).
Bahkan kakeknya Gus Dur Hasyim Azhari & Ayahnya Wahid Hasyim masih mempunyai garis keturunan dari Dinasty Tang.



Sangat disayangkan hal ini berlangsung sampai pada masa kemerdekaan sekalipun. Anak cucu mereka kesulitan mendapatkan lahan-lahan pekerjaan di pemerintahan kecuali di swasta.
Bahkan mereka tidak bebas mengaspresiasikan seni & budaya mereka, seolah-olah mereka hanya ngontrak di bangsa ini. Bahkan masih ada pengkotak-kotakan untuk masalah kewarganegaraan mereka juga, yang sampai saat ini belum diakui sebagai warga negara Indonesia, meskipun tak sedikit dari anak-anak mereka yang mengharumkan nama Bangsa ini baik dalam bidang Olahraga, Usaha, Ilmu Pengetahuan, dan juga Seni. Tapi sampai saat ini mereka masih berkewarga negaraan Asing.


Bersyukur pada masa pemerintahan  KH. Abdul Rahman Wahid ( Gus Dur )  Etnis Tionghoa mulai mendapatkan pengakuan sebagai pemilik bangsa ini juga, lewat pengakuan atas hari besar mereka sebagai hari libur Nasional dan kebudayaan mereka bebas di pertontonkan ( Sam poo kong, dll )
Menurut Ketua Komunitas Glodok yang merupakan orang dekat Gus Dur, Hermawi F Taslim, menyatakan bahwa era Gus Dur menghancurkan persepsi dan stigma negatif terhadap etnis keturunan Tionghoa.
"Era Gus Dur singkat, prioritas dengan China bukan ekonomi tapi meluruskan persepsi," ujar Taslim saat diskusi di Polemik Sindoradio dengan tema "Imlek dan Kiprah Tionghoa Kini," di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (21/1/2012).
Lanjut Taslim, peran Gus Dur saat itu hanyalah menghilangkan stigma yang dibentuk oleh pemerintahan kolonial dan Orde Baru. Disinilah, kata dia, peran penting yang tak boleh dilupakan oleh bangsa. Alasan lain, mengapa dikesampingkannya isu ekonomi lantaran kelompok ASEAN tengah mengalami kejomplangan perekonomian.




STIGMA DUNIA PENDIDIKAN



STIGMA  Terhadap Lulusan SMK 
( Sekolah Menengah Kejuruan )


Selama ini, SMK hanya mendapat perhatian minor dari pemerintah dan masih dipersepsikan sebagai sekolah kelas kedua oleh masyarakat. "Persepsi itu harus diubah. Pemerintah berkewajiban mengubah persepsi masyarakat mengenai hal tersebut," ujar Rohmani ( Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR ) seperti dikutip dari siaran pers yang diterima okezone, Minggu (8//1/2012).


Dia menambahkan, persepsi miring yang berkembang di masyarakat mengenai siswa SMK salah satunya terkait kemampuan akademik siswa. “Selama ini anak-anak yang masuk SMK dipandang memiliki nilai kurang dibandingkan SMA. Biasanya anak-anak di SMK divonis tidak memiliki kemampuan akademik lebih,” katanya menjelaskan.


Rohmani berharap, stigma ini bisa diubah. SMK harus dipandang sejajar dengan SMU. "Kemampuan anak-anak SMK merakit mobil adalah bukti sekolah kejuruan memiliki nilai lebih, terutama menghindari gelombang pengangguran setelah tamat," tuturnya.
Mobil Esemka yang merupakan rakitan para pelajar SMK tengah naik daun. Apresiasi masyarakat hingga pemerintah begitu beragam, bahkan permintaan terhadap mobil tersebut kini mencapai 10 ribu unit.


Menanggapi hal tersebut saya berharap pemerintah harus meningkatkan keberpihakan terhadap sekolah kejuruan. Pasalnya, sekolah kejuruan terbukti bisa menambah skill anak didik untuk menghadapi dunia kerja.


Tidak hanya mobil, sebelumnya siswa SMK di Bekasi juga mampu merakit laptop. Hal ini patut diapresiasi dan mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Bentuk perhatian itu bisa berupa dengan meningkatkan infrastruktur sekolah kejuruan. Infrastruktur itu tidak harus melalui pemerintah, namun bisa melalui kerja sama dengan pihak swasta.


Selain infrastruktur, peningkatan kualitas guru SMK juga harus dilakukan. “Pemerintah hanya perlu kerja keras mengajak pihak swasta atau dunia kerja untuk mengatasi persoalan infastruktur sarana pendidikan dan kualitas guru. Apabila kebutuhan dasar ini terpenuhi, maka hasilnya pun akan lebih baik




STIGMA PADA PEMERINTAHAN


Tak bisa di pungkiri lagi bahwa kepercayaan rakyat pada pemerintahan yang ada sekarang sudah sangat sekarat, sehingga apa saja sepak terjang yang di tempuh pemerintah untuk menuju pada perbaikan-perbaikan suprastrukture tetap di curigai sebab sudah terlalu banyak cacat dan borok yang ditinggal pemerintahan sebelumnya. STIGMA negatif ini selalu menimbulkan kecurigaan satu sama lain, tidak hanya antara  masyarakat kepada pemerintahan tapi juga antara para pejabat-pejabat yang sedang memerintah sehingga mereka saling sikut dan saling menjatuhkan untuk mencari amannya sendiri.

 Pemerintah Berupaya Hilangkan Stigma BUMN

Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Mustafa Abubakar menyatakan, pemerintah terus berupaya memperbaiki kinerja perusahaan milik negara, demi menghilangkan stigma negatif terhadap pengelolaan BUMN.

"Dengan meningkatkan kinerja BUMN diharapkan, pendapat yang sebelumnya berkembang bahwa BUMN identik dengan mismanagement (salah pengelolaan), dan inefisiensi dapat terpatahkan," kata Mustafa di sela dialog bertajuk "Sharing The Chinese Experience in Making State Enterprises Profitable," di Jakarta, Kamis.

Dialog yang menghadirkan pakar ekonomi China dari Columbia University (AS), Prof. Xiao Geng, juga diikuti sejumlah direksi dan komisaris BUMN.

Menurut Mustafa, pengelolaan BUMN dari waktu ke waktu semakin bagus, tercermin dari peningkatan kontribusi perusahaan milik negara terhadap anggaran negara.

Namun harus diakui diutarakannya, bahwa pada masa lampau terjadi penanganan BUMN secara kurang baik terutama disebabkan ketiadaan landasan pengelolaan serta tingginya intensitas intervensi.

Kondisi ini kemudian menghasilkan stigma negatif bahwa BUMN dikelola secara tidak profesional, tidak efisien, sarat dengan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme dan justru membebani keuangan negara.

Untuk itulah Mustafa menuturkan, tidak ada kata berhenti untuk membenahi kinerja BUMN, termasuk di antaranya berbagi pengalaman dengan China, sebagai negara yang sukses mengelola perusahaan milik negaranya dan masuk sebagai perusahaan global.

"Pimpinan BUMN Indonesia harus belajar dari BUMN China yang terbukti berhasil melakukan transformasi bisnis," ujarnya.

Dengan sistem ekonomi yang terencana, perusahaan-perusahaan negara memainkan peranan penting dalam menggerakkan perekonomian China yang mengalami berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir.

Ia menambahkan, Indonesia dan China memiliki pengalaman yang mirip dalam pengelolaan perusahaan milik negara. Bahkan, saat krisis ekonomi pada 2008, kedua negara ini mampu mencatat pertumbuhan ekonomi sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, Prof. Dr. Xiao Geng dalam diskusi yang diselenggarakan Perum ANTARA dan Sinar Harapan ini, memaparkan keberhasilan transformasi BUMN di China yang berjumlah 154.000 unit usaha.

Dalam riset yang dibuat Xiao sejak tahun 1993 hingga saat ini, bahwa transformasi BUMN di China telah memasuki fase ke tiga, yaitu mempertahankan yang besar, melepas yang kecil, mengendurkan ikatan antara negara dan para pegawai BUMN, dan mengubah komposisi kepemilikan saham pemerintah dengan mengundang pemodal swasta.

"Reformasi BUMN di China, dimaksudkan untuk memaksimalkan aset finansial, sosial dan politik pemerintah sambil meminimalkan beban finansial, sosial dan politiknya," katanya.

Langkah ini ditambahkan Xiao, terbukti mendorong ekonomi China yang bersumber dari keunggulan komparatif di pasar maupun penguasaan pemerintah atas keuntungan dari BUMN itu.

Namun lanjutnya, perkembangan yang menguntungkan itu malah memunculkan gangguan pada distribusi keuntungan yang berdampak pada konsumen.







STIGMA PADA PENDERITA HIV/AIDS


Perkembangan penelitian obat-obatan antiretroviral maupun penelitian obat-obatan peningkat sistem imun mampu mengurangi dampak buruk dari penyakit ini. Seharusnya, penderita HIV bisa diperlakukan yang sama dengan pengindap virus yang lain. Bukankah virus Flu Babi lebih menakutkan karena bisa menular tanpa adanya kontak fisik sekalipun?. Fakta sudah membuktikan bahwa  disaat ini  HIV / AIDS sudah menjadi penyakit yang  dapat dicegah dan diterapi maka diharapkan perubahan perilaku penolakan, stigma dan diskriminasi akan dapat dikurangi.

Stigma HIV/AIDS masih berkutat pada masalah seks
Awalnya memang perkembangan HIV  / AIDS dikalangan yang suka berganti-ganti pasangan, Homoseksual, dan Pekerja Seks Komersial (PSK) cukup tinggi, tetapi itu terjadi pada tahun sekitar tahun 1970 hingga tahun 1980 an. Sehingga yang terjadi di masyarakat memberikan stigma bahwa yang terkena HIV / AIDS biasanya juga dari kalangan homoseksual dan PSK. Penularan melalui hubungan seksuallah yang digembar-gemborkan sebagai penyebab utama penyakit HIV / AIDS sehingga kampanye penggunaan kondom dan safe sex pun digalakkan dimana-mana.


Paradigma baru pola transmisi HIV/AIDS yang didominasi oleh pengguna narkotika intavena dan masalah yang terkait
Padahal saat ini pola transmisi HIV / AIDS lewat seksual sudah tergeser dengan pengguna narkotika intravena terinfeksi HIV. Pada tahun 2002 saja, pengguna narkotika intravena terinfeksi HIV mencapai 50-78% dan 63% yang dirawat di UPIPI RSU Dr.Soetomo berlatar belakang pengguna narkotika intravena. Begitu pula yang terjadi didunia, pergeseran ini sudah merupakan hal yang global.


Alternatif solusi yang telah dicobakan kepada para pengguna narkoba intravena ini dilakukan di DKI dan Bali yaitu Needle Exchange Program (NEP) dan Program Methadone. Meskipun begitu program ini masih mendapatkan banyak tantangan baik dari masyarakat maupun dari aparat. Misalnya saja di Bali, anggota LSM yang berusaha mengumpulkan jarum bekas untuk ditukar dengan yang baru harus berurusan dengan polisi karena bagaimanapun jarum bekas pengguna narkoba adalah suatu barang bukti.
Alternatif lain menurut saya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan penyuluhan NAPZA dengan plus informasi terkait mengenai HIV/AIDS yang baik dan benar sehingga diharapkan pengguna NAPZA sekaligus penderita HIV/AIDS juga berkurang



Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immun Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian yang lebih serius oleh semua pihak, bukan saja pemerintah tetapi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mengingat HIV/AIDS masih tetap menjadi hal yang pelik, tidak tersembuhkan dan menghancurkan individu, masyarakat dan bangsa (Depkes RI, 2006).
Sejak awal epidemi HIV/AIDS, sekitar 60 juta orang telah terinfeksi HIV/AIDS dan sekitar 20 juta di antaranya meninggal dan menjadikannya sebagai penyakit paling mematikan dalam sejarah. World Health Organization (WHO) tahun 2005 melaporkan bahwa lebih dari 150 negara di dunia mengalami epidemi HIV/AIDS. Dari angka kejadian HIV/AIDS, diketahui jumlah orang yang hidup dengan penderita HIV/AIDS (ODHA) sebanyak 40,3 juta jiwa, sedangkan jumlah yang terinfeksi HIV/AIDS baru sebanyak 4,9 juta jiwa (Berhane, 2006).
Di Asia Tenggara, proporsi prevalensi HIV/AIDS orang dewasa Asia Tenggara mencapai 0,7%, yang tersebar di Negara Kamboja, Thailand, Myanmar dan beberapa bagian negara India yang penduduknya padat, seperti Maharashtra dan Tamil Nadu. Di Indonesia, epidemi HIV/AIDS saat ini sangat memprihatinkan. Indonesia bahkan sudah tergolong sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi. Hal tersebut mengandung arti bahwa HIV/AIDS sudah cukup tinggi (>5%) pada daerah dan kelompok masyarakat tertentu. Jumlah kumulatif pengidap infeksi HIV/AIDS di seluruh Indonesia pada akhir Desember 2007 telah mencapai 17207 kasus, yang terdiri dari 6066 HIV dan 11141 AIDS dengan jumlah kematian sebanyak 2369 orang (Depkes RI, 2007).
Jumlah penderita HIV/AIDS di  seluruh kabupaten/kota di Indonesia pada 2010 diperkirakan mencapai 93 ribu sampai 130 ribu orang. Menurut National Trainer Care, Support and Treatment IMAI-HIV/AIDS, dr Ronald Jonathan MSc, pada seminar dua hari Global Diseases 2nd Continuing Professional Development, di  Bandarlampung, Sabtu dan Minggu, angka itu diperoleh berdasarkan perkiraan pengaduan penderita terinfeksi HIV/AIDS ke sejumlah rumah sakit, yang berjumlah tidak lebih dari sepersepuluh korban terinfeksi keseluruhan. Jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia sejak 1980-an hingga September 2009 yang terdata oleh Departemen Kesehatan mencapai 18.442 penderita, dengan perbandingan jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebesar tiga berbanding satu. Sudah ada pergeseran pola penyebaran, kini penyeberan terbesar terjadi lewat hubungan seks, bukan lagi penggunaan jarum suntik. Hampir 50 persen dari penyebaran virus HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seksual,dan melalui jarum suntik (pada pengguna narkoba) mencapai 40,7 persen berdasarkan riset terhadap jumlah total penderita. Sementara itu, penyebaran virus HIV/AIDS pada gay, waria dan transgender hanya mencapai 3-4 persen dari jumlah total penderita. Rentan usia tertinggi penderita HIV/AIDS hingga saat ini masih tetap berada pada usia produktif yaitu 20-39 tahun.


A.    HIV / AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain) (UNAIDS, 2002).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan (UNAIDS, 2002).
HIV menular melalui:
  1. Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan kecil).
  2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV.
  3. Menerima transfusi darah yang terinfeksi HIV.
  4. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui sendiri.


B.     Stigma
Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya (Kamus Bahasa Indonesia, 2009).
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV (Aminatun, 2003).

C.    Tipe Stigma
Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori : (1) Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular. (2) Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut. (3) Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
Menurut Goffman, stigma dibagi menjadi tiga tipe. Tipe pertama yakni stigma terhadap kecacatan pada tubuh, yakni stigma dikenalkan karena adanya kecacatan fisik pada tubuh. Stigma yang kedua yakni stigma terhadap buruknya perilaku seseorang. Stigma ini biasanya dikenakan kepada orang-orang yangn dipenjara, alkoholik, dan orang yang memiliki kesehatan mental yang buruk. Stigma ketiga disebut dengan tribal stigma. Stigma ini dikenakan berdasarkan ke dalam kelompok mana seseorang memiliki afiliasi. Sebagai contoh, seseorang berafiliasi kepada suatu kelompok berdasarkan ras, agama, orientasi seksual, dan etnis.
Ketiga stigma dimuka memiliki perbedaan dengan stigma HIV/AIDS, karena stigma ini terkait pada suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan berujung pada kematian. Stigma timbul karena adanya rasa takut tertular, dan seiring pemahaman yang berkembang tentang penyakit ini, stigma beergeser pada perilaku high-risk yang dapat menyebabkan seseorang terjangkiti virus tersebut dan juga dipandang tidak bermoral, sehingga para ODHA dirasa patut untuk menderita penyakit mematikan ini (Stein, 2003).
Kesamaan antara stigma yang dijelaskan oleh Goffman dengan stigma HIV yakni, stigma merupakan penilaian, pernyataan atau tanda negatif yang diatribusikan kepada seseorang. Proses stigmatisasi memiliki efek negatif terhadap orang yang terstigmatisasi dan objek stigma yang spesifik, sehingga individu akan terisolasi dari masyarakat. Disisi lain stigma terkait AIDS juga dapat terasosiasi dengan tipe stigma lain yang berhubungan erat dengan transmisi HIV, yakni stigma berdasarkan pelanggaran norma sosial, penggunaan narkoba suntik, kelompok etnis minoritas, ataupun orientasi seksualitas (Stein, 2003).

D.    Dimensi Stigma dan Diskriminasi
Dimensi stigma menurut Jones terdapat enam (dalam Breitkopf, 2004), yakni:
1.      Concealability, yakni sampai sejauh mana suatu kondisi dapat disembunyikan atau tidak tampak oleh orang lain.
2.      Course, menjelaskan bagaimana kondisi terstigmatisasi berubah dari waktu ke waktu.
3.      Strains, menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal seseorang menjadi tegang.
4.      Aesthetic Qualities, menjelaskan bagaimana penampilan seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi stigmatisasi.
5.      Cause, menjelaskan apakah seseorang mengalami stigmatisasi karena bawaan dari lahir atau didapatkan.
6.      Peril, menjelaskan kemungkinan keberbahayaan pada orang lain terkait dengan kondisi terstigmatisasi.
Diskriminasi yaitu sejumlah perilaku yang membedakan seseorang berdasarkan keanggotaan dari suatu kelompok sosial. Diskriminasi terdiri atas tiga bentuk yaitu, blatant, subtle, dan covert, misalnya dlam interaksi personal, institusional, organisasional dan budaya. Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga bentuk diskriminasi :
1.      Blatant Discrimination, yaitu sejumlah perilaku yang tidak menyamakan dan bersifat berbahaya, yang ditujukan kepada seseorang. Tipe ini bersifat intensional, relatif dapat dilihat, dan dapat dengan mudah didokumentasikan. Sebagai contoh, seorang pria berkulit hitam, diikat dengan rantai di belakang truk dan ditarik sepanjang jalan di Texas hingga dia meninggal.
2.      Subtle Discrimination, merupakan sejumlah perilaku yang mendeskreditkan dan bersifat berbahaya. Tipe ini bersifat kurang nyata dan terlihat dibandingkan dengan tipe blatant discrimination. Hal ini sering menjadi bukan perhatian karena orang telah menginternalisasi diskriminasi ini sebagai sesuatu yang normal, natural ataupun hal yang biasa. Subtle discrimination lebih sulit untuk didokumentasikan, dan tidak bersifat intensional. Walaupun demikian, kemungkinan besar diskriminasi ini lebih sering terjadi. Sebagai contoh, seorang guru tidak memberikan perhatian kepada bakat anak kecil berkulit hitam di bidang seni. Anak ini walaupun masih duduk di kelas tiga, tapi dia dapat menghasilkan karya-karya yang orisisnil. Guru tersebut menganggap bahwa bakat tersebut tidaklah mungkin dimiliki oleh anak itu. Anak ini memiliki masalah membaca yang juga dimiliki oleh anak-anak kulit hitam lainnya di Amerika. Karakteristik inilah yang justru lebih terlihat dan disadari dari anak tersebut dibandingkan bakatnya dibidang seni.
3.      Covert Discrimination, sejumlah perilaku yang tidak menyamakan dan bersifat berbahaya, yang biasanya disembunyikan, bertujuan dan seringnya dimotivasi oleh keinginan jahat. Perilaku ini sangat sulit untuk didokumentasikan. Sebagai contoh, suatu perusahaan yang didalam peraturannya tidak menginginkan adanya diskriminasi, terjadi praktek membebani segolongan orang tertentu berdasarkan ras, dengan menyuruh menyelesaikan sejumlah pekerjaan yang lebih banyak dibandingkan orang lain namun harus diselesaikan dalam tenggang waktu yang sama.



Penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA merupakan salah satu bagian terpenting dalam Gerakan Nasional HIV/AIDS (GNHA). Dengan penghapusan stigma dan diskriminasi, proses preventif dan kuratif terhadap kasus HIV/AIDS menjadi lebih optimal. Untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang terus menerus dari masyarakat, media massa, pemerintah, dan ODHA secara sistematis untuk menyukseskan Gerakan Nasional HIV/AIDS (GNHA) sehingga dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi dan pada tujuan akhirnya mengentaskan Indonesia dari intaian wabah HIV/AIDS.




 Stigma Masyarakat Terhadap Forex = Judi

Terdapat Pendapat di masyarakat bahwa lebih baik berinvestasi di sektor riil daripada sektor non riil. Karena sektor riil merupakan bidang-bidang yang 'JELAS' terlihat oleh masyarakat, seperti bidang penjualan produk dan jasa.

Jika memiliki dana yang berkelebihan, maka cenderung berinvestasi dalam bidang properti, pembelian Franchise. Kalaupun hendak berinvestasi di sektor non riil, maka saham dan reksa dana lebih dipilih dari pada forex trading. Alasannya, saham dan reksadana nampak ‘lebih riil’ dibanding forex.

Masyarakat dewasa ini lebih condong untuk berinvestasi pada sektor riil daripada sektor non riil. Mereka lebih condong untuk berinvestasi pada bidang-bidang yang jelas terlihat oleh pandangan masyarakat. Contohnya penjualan produk dan jasa. Kalaupun pada sektor non riil, saham dan reksa dana lebih dipilih dari pada forex trading. Alasannya, saham dan reksadana nampak ‘lebih riil’ dibanding forex.
Namun seiring dengan semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat investasi Indonesia, belajarforex.com yakin forex trading akan menjadi salah satu alternatif utama investasi sektor non riil selain saham. Besarnya return yang dapat diberikan dan likuiditas forex trading menjadi salah satu keunggulan sektor investasi ini. Ditambah, pemerintah mulai berperan aktif sebagai regulator dalam produk perdagangan berjangka (seperti forex. komoditi dan index).
Ketakutan yang mendasar adalah mengenai prinsip “High Risk High Return” dari forex trading dan kurangnya edukasi pada investor baru yang menyebabkan sulitnya investor pemula untuk memprediksi pergerakan harga yang berakhir pada kerugian dalam berinvestasi. Sisi high return forex trading menyebabkan siapa saja dapat memperoleh keuntungan besar hanya dalam tempo yang sangat singkat. Namun seperti pedang bermata dua, apabila kita dapat memperoleh keuntungan yang cukup besar maka resiko kerugian pun sama besarnya dan berbanding lurus dengan penguasaan teknik bertrading, informasi dan mental investor.
Permasalahan bagi investor pemula adalah kebanyakan hanya melihat sisi High Return dari forex trading dimana keuntungan bisa mencapai 20% dari modal asal hanya dalam satu hari namun tidak pada sisi High Risk-nya. Ditambah adanya beberapa marketing lokal yang memasarkan forex dengan menonjolkan sisi return-nya melulu tanpa memberikan informasi atau kemampuan bertrading yang cukup. Pada akhirnya kerugian para investor baru membentuk stigma buruk masyarakat bahwa forex trading adalah sama dengan judi.
Walau pun demikian sebenarnya ada fasilitas manajemen resiko (risk management) yang disiapkan oleh sistem dalam menangani resiko yang besar dalam berinvestasi forex. Jadi, meskipun beresiko, tidak sepenuhnya demikian. Nanti akan saya jelaskan fasilitas-fasilitas ini yaitu “stop loss”, “limit”, “market order”, dan “Trailing stop”. Jadi, jangan lupakan: High risk namun high return. High return namun high risk.
Bagaimanapun yang mengalami kerugian akan lebih banyak bersuara dibandingkan yang mengalami keuntungan.
salaman_dgn_dollar
Hal mendasar yang membedakan investasi dengan judi adalah meskipun sama-sama memiliki unsur spekulasi, investasi memiliki instrumen analisa dan predictor dalam membaca situasi ke depan. Artinya, investasi bukanlah sekedar sebuah ajang spekulasi, unsur spekulasi harus lebih kecil dari nilai kepastian prediksi. Jika tidak, maka hal tersebut menjadi ajang perjudian dimana ilmu yang digunakan hanya ilmu probabilitas (peluang) saja.
Forex trading yang memiliki berbagai indikator analisa teknikal dan analisa fundamental untuk memprediksi pergerakan kurs valuta asing. Jadi trend menguat dan melemahnya suatu mata uang dapat diprediksikan dengan analisa-analisa yang ada (analisa > spekulasi). Pertimbangan lainnya adalah seandainya itu adalah perjudian maka tentu investasi ini dilarang oleh pemerintah dan pemerintahan di negara lain. Sebaliknya, keberadaannya semakin menguat dan perputaran uang yang terjadi malah yang terbesar dibanding produk bursa lainnya.
Untuk mengatasi ini disiapkan fasilitas manajemen resiko (risk management) dalam sistem untuk me-manage resiko yang besar dalam berinvestasi forex, seperi Stop Loss, Limit dan Trailling Distance yang berguna untuk membatasi kerugian serta mengambil titik profit tanpa harus dijaga oleh sang investor sendiri.
Banyak orang mengatakan bertransaksi forex sama dengan judi. Anggapan ini makin santer dengan adanya beberapa nasabah yang mengalami kerugian pada instrumen investasi yang satu ini.
Hal yang jadi pertimbangan lainnya, seandainya itu adalah perjudian maka tentulah investasi ini dilarang keberadaannya oleh pemerintah maupun oleh pemerintahan dinegara lainnya. Alih-alih dilarang, keberadaannya semakin menguat dan perputaran uang yang terjadi malah yang terbesar dibanding produk bursa lainnya.
Adanya nasabah yang mengalami kerugian di pasar forex (dan banyak diantaranya dialami oleh pemula) menyebabkan mereka beranggapan forex sama dengan judi. Padahal satu-satunya penyebab kerugian dari dana mereka adalah mereka sendiri! Mereka mungkin tahu tentang forex trading namun tidak menguasainya. Karena kurangnya pemahaman instrumen analisa yang ada, potensi kerugian menjadi lebih besar dan itulah yang terjadi pada mereka.
Ada pepatah lama yang mengatakan bahwa mereka yang mengetahui akan dikalahkan oleh mereka yang memahami. Mereka yang memahami akan dikalahkan oleh mereka yang menguasai. Mereka yang menguasai akan dikalahkan oleh mereka yang menyukai dan mereka yang menyukai akan dikalahkan oleh mereka yang menghayati. Saya rasa ini pun berlaku pada forex trading.
Disinilah keberadaan belajarforex.com menjadi penting yaitu untuk menuntun kita sebagai newbie dalam memasuki dunia forex trading. Forex trading bukan saja sebuah ilmu untuk dipelajari, pada negara maju, sektor ini menghasilkan profesi baru dan mengembangkan lingkungan pendukung untuk para trader profesional tersebut. Mengapa? Sebab menganalisa sebuah pergerakan kurs perlu sebuah pengetahuan dan pengalaman yang cukup. Tidak bisa dalam satu hari dipahami semuanya! Perlu waktu untuk menjadi profesional di dunia forex.
Jadi saran saya, jangan pernah memulai berinvestasi sendiri di dunia forex apabila Anda belum memahami seluk beluknya. Lebih baik jika kita menyerahkan pada trader profesional (biasa disebut fund manager) kalau kita belum yakin betul. Hal ini akan saya bahas lebih detil lagi pada page lainnya. Ingat, ini sebuah adalah sebuah profesi, berarti ada hal-hal prinsipil yang perlu dipegang. Apa saja itu? Sabar.
Namun demikian, milikilah pemikiran bahwa forex trading tidaklah sulit karena memang demikianlah adanya. Yang diperlukan adalah keinginan untuk terus belajar dan belajar. Saya percaya kita pun dapat menjadi trader profesional nantinya.
Terlepas dari sisi resiko yang ada, forex trading sangat menjanjikan sebagai sebuah instrumen investasi yang dapat menghasilkan sejumlah keuntungan besar dalam tempo singkat. Seorang trader yang saya ketahui, mendapatkan keuntungan 2000% (dua ribu persen) dari modal awalnya ketika dia berinvestasi di salah satu pialang yang kami rekomendasikan. Return On Investment (ROI) sebesar itu dia peroleh bukan dalam jangka waktu tahunan, cuma satu setengah bulan!




Catatan
=================

Di Indonesia sendiri keberadaan Forex Trading yang merupakan bagian dari Futures Trading (Perdagangan Komoditi Berjangka) diatur secara resmi melalui UU No. 32 Tahun 1997 yang membahas Margin Trading. Memang ada undang-undang mengenai perjudian yang isinya adalah melarang kegiatan perjudian. Sementara forex trading keberadaannya diatur oleh undang-undang, bukan dilarang.


Jadi kembali kepada definisi judi itu sendiri dimana faktor spekulasi menjadi lebih dominan dibandingkan dengan analisanya, maka forex trading dapat menjadi sebuah perjudian (terutama bagi mereka yang baru) apabila Anda menjalankannya dengan cara berikut:


• Tidak melakukan analisa terhadap harga pasar baik secara fundamental maupun teknikal.
• Melakukannya pada pialang ilegal.
• Tidak mengetahui risk management dengan baik.


Ketiga point di atas dapat menjadi panduan bagi Anda untuk memulai investasi di forex trading. Tanyakan kepada diri kita masing-masing apakah pialang tempat kita berinvestasi adalah pialang resmi? Apakah kita telah mengetahui manajemen resiko apa saja yang dapat dilakukan untuk menghindari kerugian? Dan apakah kita telah mampu menganalisa pergerakan harga dengan tepat (mungkin tidak harus selalu tepat, tetapi setidaknya sebagian besar tepat)?


Jika ketiga hal tersebut dapat Anda lewati, maka belajarforex.com mengucapkan selamat datang pada sebuah investasi yang amat menjanjikan bagi keuangan Anda! Namun jika Anda merasa belum dapat melewatinya, jangan berkecil hati. Jika memang masih memerlukan waktu lebih lama untuk kembali belajar, itu lebih baik dibandingkan memulai lebih cepat tetapi berujung pada kerugian.






KESIMPULAN :

"Hidup yang terindah adalah HIDUP TANPA PENGHAKIMAN....
Karena Damai Sejahtera Allah akan selalu memenuhi hati kita"

Daripada kita terjebak pada sesuatu yang tidak kita pahami jelas kebenarannya, baik terhadap satu pribadi maupun satu profesi dan satu keadaan, tak ada salahnya kita lebih mau terbuka untuk semua masukan dan mencari tahu pengetahuan yang sebenar-benarnya.
Dalam hal ini kita harus lebih cepat membuka hati dan pikiran kita dibandingkan membuka mulut kita untuk sesuatu yang berbau 'Penghakiman', sekalipun itu sudah marak dirana publik.
Karena bukan tidak mungkin apa yang sudah menjadi komsumsi publik pun masih diragukan kebenarannya atau keakuratan data-data dan pertanggung jawabannya baik secara scient/pengetahuan maupun secara personal individu.
Karena tidak takkan pernah tau jati diri seseorang ,bila bukan yang bersangkutan yang mensharingkannnya. Jangan sampai terjadi "Penghukuman Massal" hanya karena ketidak mengertiaan kita atau karena kita hanya ikut-ikut rame saja.
Seolah-olah apa yang menurut publik benar, kita pun ikut membenarkannya tanpa mau untuk mereview kembali kebenaran yang sesungguhnya.

Sebab "Kebenaran Publik" belum bisa di jamin Mutlak Kebenarannya!
Jangan pernah menjadi "HAKIM" atas sesama kita tanpa bukti-bukti yang kongkrit!
Jangan pernah mendudukkan seseorang dikursi terdakwa,hanya karena kebenaran-kebenaran pribadi kita yang kita sadur dari STIGMA-STIGMA yang marak di masyarakat.
Tapi jadilah BIJAK dalam segala sikap dan perkataan kita bagi sesama kita.
Jadilah "Pengobat Luka" Bagi sesama kita, dan JANGAN menjadi " Pembuat Luka"...!!!



SUMBER :

1. Stigma Sosial :
Studi Pustaka:
-Makalah-Makalah S2 Theologia Jurusan Konseling.
-Buku-Buku Tuntunan untuk para Konselor yang ditulis oleh Penulis dari berbagai bangsa termasuk oleh Hamba-Hamba Tuhan di Indonesia.
Studi Kasus : Hasil survey dan riset langsung dilapangan dengan para Konseli

2.. Stigma HIV/AIDS :
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (2009), http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php,.
Kaldor John, (2000), Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI, “Penilaian Eksternal tentang HIV/AIDS: Indonesia, November 1999”, Jakarta : Departemen Kesehatan.
Komisi Penanggulangan AIDS, (2010), Mengenal dan Menanggulangi HIV – AIDS.
Komisi Penanggulangan AIDS, (2010), HIV – AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba.

UNAIDS, (2004), Kerangka Kerja Untuk Perlindungan, Perawatan Dan Bantuan Bagi Anak Yatim Dan Anak-Anak Yang Rentan Yang Hidup Di Dunia Hiv Dan Aids.
UNAIDS, (2002), Joint United Nations Programme on HIV/AIDS, et al., HIV/AIDS and Education: A strategic approach, Geneva.


3. Stigma Pemerintah / BUMN
Kantor Berita Antara
Editor: Bambang
COPYRIGHT © 2010


4. Stigma Etnis Tionghoa
Okezone.com


5. Stigma SMK
Okzone.com


6. Stigma Forex=Judi
belajarforex.com

Jumat, 25 November 2011

Sejati atau Palsukah Pertobatan Anda?

 Charles G Finney: 
Pertobatan Sejati & Pertobatan Palsu




 "Sesungguhnya, kamu semua yang menyalakan api dan yang memasang panah-panah api, masuklah ke dalam nyala apimu, dan ke tengah-tengah panah-panah api yang telah kamu pasang! Oleh tangan-Kulah hal itu akan terjadi atasmu; kamu akan berbaring di tempat siksaan." Yesaya 50:11


Kita bisa melihat dari ayat ini bahwa sang nabi sedang berbicara kepada mereka yang mengaku sebagai orang-orang religius, dan membanggakan diri dengan ide bahwa mereka berada dalam keselamatan. Namun kenyataannya, harapan mereka hanyalah api yang mereka sulut ke obor yang mereka ciptakan sendiri.
Sebelum saya membahas lebih jauh pokok tentang pertobatan yang sejati dan yang palsu, saya ingin sampaikan bahwa pembahasan ini hanya bermanfaat bagi mereka yang mau dengan jujur menerapkannya kepada diri mereka sendiri. Jika Anda berharap untuk bisa mendapat sesuatu manfaat dari apa yang akan saya sampaikan, Anda harus tetapkan untuk membuat penerapan yang tulus secara pribadi. Bersikap jujurlah seperti jika Anda akan menghadap Tuhan. Jika Anda bersedia melakukannya, saya harap Anda akan bisa dapati seperti apa sesungguhnya hubungan Anda dengan Tuhan.
Jika saat ini Anda sedang disesatkan, saya berharap untuk bisa membawa Anda pada jalur keselamatan yang benar. Namun jika Anda tidak bersikap jujur, maka khotbah saya ini akan menjadi sia-sia saja, dan Anda juga sia-sia mendengarkannya.
Saya berencana untuk menunjukkan perbedaan antara pertobatan yang sejati dan yang palsu mengikuti urutan pembahasan seperti ini:
I. Menunjukkan bahwa keadaan alami manusia adalah keadaan yang murni egois
II. Menunjukkan bahwa karakter orang Kristen itu berisi kebajikan. Artinya, [seorang Kristen itu] memilih untuk membahagiakan orang lain.
III. Menunjukkan bahwa kelahiran kembali di dalam Kristus Yesus merupakan suatu perubahan dari keegoisan menuju kebajikan.
IV. Menunjukkan beberapa bidang di mana orang-orang Kudus dan orang-orang berdosa, atau orang yang bertobat secara sejati dengan yang palsu, memiliki kesamaan dan juga perbedaan dalam hal-hal tertentu.
V. Menjawab beberapa persoalan
VI. Menyimpulkan dengan menyajikan beberapa penekanan.
I. Keadaan alami seorang manusia, atau cara hidup manusia sebelum bertobat adalah keegoisan yang murni dan tidak ada campuran [kebaikan apapun] di dalamnya.


Keegoisan itu berarti menempatkan kebahagiaan pribadi Anda sebagai yang paling utama, dan juga mengejar keuntungan pribadi Anda. Orang yang egois menempatkan kebahagiaan pribadinya di atas segala yang lain, misalnya diatas kemuliaan Allah dan kebaikan seisi alam. Sangatlah jelas bahwa semua orang berada dalam keadaan ini sebelum bertobat. Hampir semua orang tahu bahwa orang-orang berurusan antara satu dengan yang lain berdasarkan prinsip keegoisan. Kalau ada orang yang menafikan hal ini, lalu coba berurusan dengan orang lain dengan cara yang tidak egois, maka dia akan dianggap bodoh.
II. Karakter seorang Kristen itu berisi kebajikan
Watak yang berisi kebajikan itu berarti suka membahagiakan orang lain, atau, lebih memilih untuk membahagiakan orang lain. Ini adalah pola pikir Allah. Kita diberitahu bahwa Allah itu kasih; artinya, Dia itu penuh kebajikan. Kebajikan memenuhi segenap kepribadian-Nya. Semua kualitas kepribadian-Nya yang lain hanya merupakan ungkapan berbeda dari kebajikan-Nya.
Setiap orang yang bertobat memiliki kecenderungan untuk menyerupai kepribadian Allah. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa tak seorang pun yang bisa disebut bertobat jika dia tidak benar-benar memiliki kebajikan seperti Allah secara murni dan sempurna - melainkan bahwa kecenderungan pilihannya adalah pilihan berdasarkan kebajikan. Dia dengan tulus mengupayakan kebahagiaan orang lain, bukan karena hal itu akan membuatnya berbahagia nantinya.
Allah memiliki kebajikan yang murni dan tidak egois. Dia tidak membahagiakan orang-orang demi kesenangan pribadi-Nya, melainkan karena Dia memang mencintai kebahagiaan orang lain itu. Dia bukannya tidak berbahagia di dalam memberkati mereka, tapi kebahagiaan pribadi-Nya bukanlah tujuan yang Dia kejar. Orang yang tidak egois menemukan kebahagiaan saat mengerjakan perbuatan baik. Jika dia tidak gemar berbuat baik, tentunya perbuatan baik itu tidak menjadi hal yang dia utamakan.
Kebajikan adalah kekudusan. Itulah hal yang dituntut oleh hukum Allah, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" dan, "Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." ," (Mat. 22.37, 39) Sama seperti orang yang sudah bertobat itu menaati hukum Allah, dia juga penuh kebajikan seperti Allah.


III. Pertobatan sejati adalah perubahan dari keegoisan puncak menuju kasih kepada kebahagiaan orang lain
Pertobatan yang sejati adalah perubahan atas tujuan yang Anda kejar, dan bukan sekadar perubahan dalam cara Anda mengejar cita-cita Anda.  Tidak benar jika dikatakan bahwa orang yang bertobat dengan yang tidak bertobat itu memiliki cita-cita yang sama, dan perbedaannya hanya terletak pada cara mengejarnya. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa malaikat Gabriel dan Iblis sama-sama berjuang mengejar kebahagiaan pribadi mereka, hanya saja cara mereka mengejarnya berbeda. Gabriel mentaati Allah bukan dalam rangka mengejar kebahagiaan pribadinya.
Seseorang bisa saja mengubah cara dia bertindak, namun tetap mengejar kebahagiaan pribadinya. Dia bisa saja orang yang tidak percaya kepada Yesus, atau pada kekekalan, akan tetapi dia bisa melihat bahwa berbuat baik itu bisa menguntungkannya di dunia ini dan memberi dia banyak keuntungan pribadi (yang bersifat sementara).
Anggaplah orang ini akhirnya bisa melihat realitas dari kekekalan dan memeluk agama dalam rangka mendapati kebahagiaan di dalam kekekalan itu. Nah, setiap orang tahu bahwa tidak ada hal yang berharga yang bisa didapati di sini. Bukan pelayanannya kepada Tuhan yang memberkati Tuhan, melainkan alasan mengapa dia melayani Allah itulah yang terpenting.
Petobat sejati menjadikan kemuliaan Allah dan kemajuan Kerajaan-Nya sebagai cita-citanya. Dia memilih hal tersebut sebagai tujuan hidupnya, karena dia melihat hal ini sebagai kebajikan yang lebih utama dibandingkan kebahagiaan pribadinya. Bukan karena dia tidak peduli dengan kebahagiaan pribadinya, melainkan karena dia lebih mengutamakan kemuliaan Allah, karena kemuliaan Allah adalah kebajikan yang lebih utama. Dia mengejar kebahagiaan orang-orang lain sesuai dengan makna penting yang bisa dia lihat di sana (sejauh dia mampu menilai hal tersebut), dan dia memilih kebajikan tertinggi itu sebagai cita-cita utamanya.


IV. Saya akan tunjukkan beberapa bidang di mana orang kudus sejati dan orang yang disesatkan memiliki kesamaan - dan bidang-bidang di mana mereka berbeda

1. Mereka bisa sepakat dalam hal kehidupan yang dikendalikan oleh moralitas yang tinggi. Perbedaannya terletak pada motivasi mereka. Orang kudus sejati menjalani kehidupan yang bermoral karena mereka mengasihi kekuusan - orang yang disesatkan memiliki motivasi yang egois. Dia akan memanfaatkan moralitas sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, demi kebahagiaan pribadi mereka.
2. Mereka bisa saja sama-sama giat berdoa, sejauh yang bisa dilihat secara langsung. Perbedaannya terletak pada motivasi mereka. Orang kudus sejati memang mengasihi doa - orang yang disesatkan berdoa karena mereka berharap untuk bisa memperoleh keuntungan dengan doa mereka. Orang kudus sejati memang mengharapkan suatu hasil dari doa mereka, akan tetapi hal ini bukanlah motivasi utama mereka. Petobat palsu berdoa murni dengan motivasi yang egois.
3. Mereka bisa terlihat sama-sama bersemangat dalam hal keagamaan. Orang bisa saja memiliki semangat yang tinggi mengikuti pengetahuan mereka, dan dia memang secara tulus berhasrat untuk melayani Tuhan. Petobat palsu bisa juga menunjukkan semangat yang tinggi, namun dengan tujuan menjamin keselamatan pribadinya, dan juga karena dia takut masuk neraka kalau dia tidak bekerja buat Tuhan. Mungkin dia juga melayani Allah demi meredam desakan hati nuraninya, bukan karena dia mengasihi Tuhan.
4. Mereka bisa terlihat sama-sama mengasihi hukum Allah. Orang kudus sejati mengasihi hukum Allah karena kesempurnaan, kekudusan, keadilan dan kebaikan dari hukum tersebut; orang yang egois mengira bahwa jika menjalankan hukum tersebut dia bisa menikmati kebahagiaan pribadi.
5. Mereka bisa terlihat sama-sama mendukung sanksi-sanksi yang terkandung dalam hukum Allah. Orang kudus sejati mengaitkan hukum Allah dengan diri pribadi mereka dalam pengertian bahwa sangatlah adil jika Allah memasukkan mereka ke dalam neraka. Orang yang disesatkan bisa saja menghormati hukum tersebut, karena dia tahu bahwa aturan yang ditegakkan di sana memang benar, akan tetapi dia merasa bahwa dirinya tidak berada dalam cakupan hukum tersebut.
6. Mereka bisa saja menolak beberapa hal yang sama. Menyangkal diri bukan hal yang dilakukan oleh kalangan orang kudus saja. Coba lihat pengorbanan dan penyangkalan diri yang dilakukan oleh kaum muslim, yang menjalankan ibadah haji ke Mekah. Lihatlah disiplin dan penyangkalan diri yang dilakukan oleh orang-orang yang tersesat di dalam berbagai macam aliran kepercayaan timur itu. Orang kudus sejati menyangkal dirinya untuk bisa lebih banyak berbuat baik kepada orang lain. Pengorbanan dirinya tidak dilakukan demi meninggikan diri ataupun kepentingannya. Orang yang tersesat bisa saja melakukan hal yang sebanding dengan hal tersebut, akan tetapi murni dari niat yang egois.
7. Mereka bisa saja sama-sama memiliki kerelaan untuk mengorbankan nyawa. Bacalah kisah kehidupan para martir dan Anda bisa lihat betapa mereka memiliki kerelaan untuk berkorban bahkan demi ide yang salah mengenai imbalan yang akan diterima dengan pengorbanan mereka. Banyak orang yang berani menerjang maut karena keyakinan bahwa cara yang sedang mereka jalani adalah jalan yang paling benar yang menuju kekekalan.
8. Keduanya bisa saja memiliki kerelaan untuk berkorban sangat besar untuk menjalankan kebenaran. Petobat yang sejati melakukan hal itu karena dia mengasihi kebenaran, sedangkan petobat yang palsu melakukannya karena dia tahu bahwa dia tidak bisa diselamatkan jika tidak menjalankan kebenaran. Dia bisa saja bersikap jujur dalam transaksi bisnisnya, namun tanpa motivasi yang lebih mulia, maka tindakannya itu tidak akan dihargai oleh Allah.
9. Mereka bisa saja menghasratkan hal yang sama di dalam beberapa bidang
Mereka bisa sama-sama berhasrat untuk menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Petobat yang sejati berhasrat menjadi orang yang berguna karena memang sangat menghargai nilai orang yang berguna bagi masyarakat, sedangkan petobat yang palsu menghasratkan hal itu karena dia memandang bahwa itu adalah jalan untuk menjadi berkenan kepada Allah.
Mereka bisa sama-sama mengharapkan orang lain bertobat. Bagi orang kudus sejati, karena hal itu akan memuliakan Allah, sedangkan bagi orang yang tersesat, hal itu dalam rangka mendapatkan perkenan dari Allah. Dia akan dimotivasi oleh niatan tersebut, misalnya di saat dia sedang memberikan uang. Setiap orang tahu bahwa seseorang bisa memiliki kerelaan untuk menyumbang ke sebuah organisasi, ataupun Perhimpunan Misionaris, berlandaskan motivasi yang egois untuk mendapatkan kebahagiaan dari pujian dari manusia, atau mengejar perkenan dari Allah. Dengan demikian, dia juga bisa saja mengharapkan pertobatan dari orang-orang, dan berusaha keras untuk mewujudkannya, namun dengan berlandaskan motivasi yang egois.
Mereka bisa saja sama-sama berhasrat untuk memuliakan Allah. Orang kudus yang sejati menghasratkan itu karena dia ingin melihat Allah dimuliakan, sedangkan orang yang tersesat melakukannya karena dia memandang hal itu sebagai satu-satunya jalan untuk diselamatkan. Petobat yang sejati mengarahkan hatinya mengejar kemuliaan bagi Allah. Sedangkan pihak yang tersesat menghasratkan hal itu demi keuntungan pribadinya.
Mereka bisa saja sama-sama berhasrat untuk bertobat. Petobat yang sejati membenci dosa karena dosa itu menyakitkan dan mempermalukan Allah, oleh karenanya, dia ingin bertobat dari dosanya. Petobat yang palsu juga ingin bertobat karena dia menganggap bahwa kalau tidak bertobat, maka dia akan dihukum.
Mereka bisa sama-sama ingin mentaati Allah. Orang kudus yang sejati taat supaya dia bisa meningkatkan kekudusannya. Petobat yang palsu mentaati Allah karena dia mengharapkan imbalan dari ketaatannya.
10. Mereka bisa mengasihi hal yang sama
Mereka bisa saja sama-sama mengasihi Alkitab. Bagi petobat sejati hal  ini karena Alkitab itu adalah kebenaran dari Allah. Dia bergemar di dalam kasihnya pada Alkitab. Orang yang tersesat mengasihi Alkitab karena mengira bahwa isi Alkitab mendukungnya, dan memandang isi Alkitab sebagai suatu rencana yang akan menggenapi harapannya.
Mereka bisa sama-sama mengasihi Allah - yang satu karena melihat bahwa karakter Allah itu begitu indah dan menyenangkan, dan dia mengasihi Allah demi menyenangkan hati Allah. Yang satunya lagi, karena dia mengira bahwa Allah adalah sahabat khusus yang akan membuatnya bahagia selamanya, lalu dia mengaitkan pemahaman tentang keberadaan Allah itu dengan kepentingan egoisnya.
Mereka bisa sama-sama mengasihi Kristus. Petobat sejati mengasihi karakter Kristus. Orang yang tersesat mengira bahwa Kristus akan menyelamatkannya dari neraka, dan memberi dia hidup yang kekal...jadi, dia merasa tidak punya alasan untuk tidak mengasihi Kristus.
Mereka bisa sama-sama mengasihi orang Kristen. Petobat yang sejati melakukannya karena dia melihat gambaran Kristus di dalam diri orang-orang Kristus, dan bisa menikmati kebersamaan rohani dengan orang-orang Kristen tersebut. Orang yang tersesat mengasihi orang-orang Kristen karena kesamaan denominasi, atau mungkin juga mereka berada di pihak yang sama. Dia juga gemar membicarakan tentang minatnya pada kekristenan dan harapannya untuk bisa masuk ke surga.
Mereka bisa sama-sama gemar menghadiri ibadah-ibadah keagamaan. Bagi orang kudus, hal ini karena hatinya memang gemar akan penyembahan, doa, memanjatkan pujian dan berbagi Firman Allah - sedangkan bagi orang yang tersesat, hal ini karena acara-acara kebaktian itu merupakan tempat yang bagus untuk menaikkan harapannya.
Keduanya bisa sama-sama menikmati saat-saat berdoa secara pribadi. Bagi orang kudus sejati, hal ini karena dia dekat dengan Allah dan bergemar dalam persekutuan dengan-Nya. Bagi orang yang tersesat, hal ini karena dia memperoleh kepuasan karena merasa dirinya adalah orang benar, merasa bahwa sudah merupakan tugasnya untuk berdoa secara pribadi.
Mereka bisa sama-sama mengasihi doktrin kasih karunia - bagi orang kudus sejati, hal ini karena hal tersebut sangat memuliakan Allah, sedangkan bagi yang tersesat hal ini karena mengira bahwa ajaran tersebut menjamin keselamatan pribadi mereka.
11. Mereka bisa sama-sama membenci sesuatu hal
Mereka bisa sama-sama membenci kebejatan seksual serta menentangnya dengan sangat keras - orang kudus sejati membencinya karena hal itu bersifat merusak dan bertentangan dengan Allah, sedangkan bagi yang tersesat hal itu bisa saja karena bertentangan dengan pandangan pribadinya.
Mereka bisa sama-sama membenci dosa - bagi petobat sejati, hal itu karena dosa bertentangan dengan Allah, sedangkan bagi orang yang tersesat, karena dosa telah menyakitinya. Seringkali orang membenci dosa-dosa mereka sendiri, akan tetapi mereka tidak meninggalkan dosa-dosa itu.
Mereka bisa sama-sama menentang orang berdosa. Penentangan yang dilakukan oleh orang kudus sejati dilandasi oleh kasih. Mereka melihat bahwa karakter dan perilaku si orang berdosa itu akan merusak Kerajaan Allah. Bagi orang yang tersesat, mereka menentang orang berdosa karena agama yang berbeda atau karena berada di pihak yang berbeda.
Di dalam semua bidang tersebut, motif masing-masing pihak saling bertentangan. Perbedaannya terlihat dari pilihan tujuan atau gol yang mereka ambil. Yang satu memilih mengutamakan kepentingannya, yang satunya lagi memilih kepentingan Allah sebagai tujuan utamanya.
Selanjutnya kita akan menjawab beberapa pertanyaan yang lazim muncul


Beberapa pertanyaan tentang perbedaan di antara orang Kristen yang sejati dan palsu
1. "Jika kedua kelompok itu sangat mirip dalam banyak hal, lalu bagaimana cara agar kita bisa mengenali karakter kita sendiri, atau mengetahui di dalam kelompok mana kita berada?"
Kita sama-sama tahu bahwa hati ini sangat penuh dengan tipu daya, dan memang sangat licik (Yer. 17:9), jadi bagaimana kita bisa tahu bahwa kita memang mengasihi Allah dan juga kekudusan, atau kita ini sekadar mencari imbalan dari Allah, mengejar tempat di surga demi kepentingan pribadi?
Jika kita benar-benar memiliki kebajikan, hal itu akan tampak dari tindakan kita sehari-hari.
Jika di dalam cara kita berurusan dengan orang lain itu kita dilandasi oleh watak yang egois, maka keegoisan itu juga akan melandasi cara kita berurusan dengan Allah. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yoh 4:20).
Menjadi seorang Kristen bukan sekadar urusan mengasihi Allah, melainkan juga hal mengasihi sesama manusia. Dan jika tindakan sehari-hari kita dilandasi oleh keegoisan, maka kita ini bukan orang yang sudah bertobat - sebab, jika kita tetap tergolong sebagai orang Kristen, maka itu berarti kita bisa menjadi seorang Kristen tanpa mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
Jika Anda tidak egois, maka tanggungjawab spiritual Anda tidak akan menjadi suatu beban bagi Anda. Sebagian orang mengerjakan perintah Allah dengan sikap hati yang sama seperti seorang pasien yang meminum obat dari dokter - yakni karena dia berharap untuk bisa mendapatkan hasil yang baik buat dirinya pribadi, dan dia tahu bahwa dia harus meminumnya atau menghadapi kematian. Pelaksanaan itu selalu dia jalankan atas rasa terpaksa.
Jika Anda egois, maka sukacita Anda akan sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi harapan Anda untuk bisa masuk ke surga.
Saat Anda merasa sangat yakin bahwa Anda akan masuk surga, maka Anda akan sangat menikmati kehidupan Kristen Anda. Sukacita Anda bergantung pada harapan Anda, bukan karena kasih Anda pada hal-hal yang sedang Anda harapkan itu. Saya tidak menyatakan bahwa orang-orang kudus itu tidak bersukacita akan pengharapan mereka, akan tetapi harapan itu sendiri bukan hal yang terpenting bagi mereka. Mereka tidak banyak memikirkan tentang harapan pribadi mereka karena pikiran mereka tersita akan hal-hal yang jauh lebih bernilai.
Jika Anda egois, maka sukacita Anda lebih banyak dipengaruhi oleh penantian akan harapan pribadi Anda. Orang-orang kudus yang sejati bersukacita di dalam damai sejahtera yang datang dari Allah dan surga sudah terbentuk di dalam jiwa mereka. Ia tidak menunggu sampai mati nanti baru akan menikmati sukacita hidup kekal. Sukacitanya begerak sejajar dengan kekudusannya, bukan dengan harapan pribadinya.
Orang yang terperdaya atau tersesat hanya mengejar hasil dari ketaatan, sedangkan orang kudus memiliki jiwa yang taat.
Ini adalah perbedaan yang penting, dan saya kuatir hanya sedikit orang yang bisa memiliki jiwa yang taat itu. Orang kudus yang sejati memang benar-benar memiliki kecenderungan untuk taat, dan ketaatannya itu bersumber dari dalam hatinya - oleh karenanya, ketaatan itu menjadi hal yang mudah baginya. Petobat palsu bertekad untuk menjadi kudus karena tahu bahwa hanya itu jalan untuk mengejar kebahagiaan. Orang kudus yang sejati memilih kekudusan karena kasihnya pada kekudusan, dan dia memang kudus.
Petobat yang sejati dan yang palsu juga memiliki perbedaan dalam iman mereka.
Orang kudus sejati memiliki keyakinan akan kepribadian dan karakter Allah, dan keyakinan ini membawa mereka pada ketaatan yang sepenuh hati kepada Allah. Keyakinan yang sejati kepada janji-janji khusus Tuhan bergantung pada keyakinan akan kepribadian Allah. Hanya ada dua dasar bagi segala jenis pemerintahan, baik yang ilahi maupun yang manusiawi, yang ditaati karena ditakuti atau karena dipercaya. Segala jenis ketaatan bersumber dari salah satu dari kedua prinsip itu.
Di satu sisi, orang menjadi taat karena berharap mendapat imbalan atau takut akan hukuman. Sedangkan di sisi lain, ketaatan itu datang dari keyakinan akan karakter dari pemerintahan, yang dijalankan dengan kasih. Seorang anak mentaati orang tuanya karena dia mengasihi dan mempercayai mereka. Yang lain mungkin menunjukkan ketaatan di permukaan saja karena dilandasi oleh rasa takut dan harapan akan imbalan. Petobat yang sejati memiliki iman, atau keyakinan kepada Allah, yang mendorong dia untuk taat kepada Allah atas dasar kasih. Inilah yang disebut ketaatan iman.
Orang yang tersesat hanya memiliki iman yang separuh-separuh, begitu pula dengan ketaatannya. Iblis juga memiliki iman yang separuh-separuh. Dia percaya dan gemetar ketakutan. Seseorang mungkin meyakini bahwa Kristus datang untuk menyelamatkan orang berdosa, dan berdasarkan pengetahuan itu maka dia mentaati Kristus untuk diselamatkan. Akan tetapi dia tidak sepenuhnya tunduk pada kedaulatan Kristus, atau memberi Kristus kendali atas kehidupannya.
Ketaatannya dilandasi oleh syarat bahwa dia akan diselamatkan. Dia tidak pernah dengan sepenuh hati - tanpa menyimpan sesuatu hal lain di hatinya - meyakini segenap kepribadian Allah sehingga membuat dia bisa berkata, "Kehendak-Mu jadilah." Keyakinan agamanya berbentuk keyakinan akan seperangkat aturan atau hukum. Jenis yang lainnya lagi, memiliki Injil iman; kepercayaannya berlandasakan iman. Yang satu egois, yang satunya lagi dilandasi kebajikan. Di sinilah letak perbedaan sejati dari kedua kelompok tersebut. Kehidupan keagamaan yang satu hanya tampak di permukaan dan bersifat munafik. Yang satunya lagi bersumber dari dalam hati - kudus dan berkenan kepada Allah.
Jika Anda egois, maka Anda hanya bersukacita atas pertobatan seseorang di mana Anda memiliki peranan di dalamnya.
Anda hanya sedikit merasa puas jika pertobatan itu terjadi melalui peranan orang lain. Orang yang egois bersukacita saat dia yang beraktifitas dan berhasil mempertobatkan orang berdosa, karena dia berpikir bahwa dengan itu dia akan menerima imbalan. Akan tetapi dia akan menjadi iri saat melihat orang lain membimbing seorang berdosa kepada Kristus. Orang kudus yang sejati bersukacita melihat orang lain bisa menunjukkan bahwa dia berguna, dan bersukacita melihat seorang berdosa dipertobatkan melalui peranan orang lain, seolah-olah dia juga ikut ambil bagian dari peristiwa itu 
2. "Bukankah saya juga perlu memperhatikan kebahagiaan pribadi saya?"
Tidak salah jika Anda peduli dengan kebahagiaan pribadi Anda sesuai dengan nilai relatifnya. Takarlah kebahagiaan pribadi Anda itu terhadap kemuliaan Allah dan juga kebaikan bagi alam semesta, kemudian baru Anda putuskan - berilah nilai yang sesuai bagi kebahagiaan pribadi Anda itu. Itulah hal yang telah dilakukan oleh Allah. Dan makna inilah yang Dia maksudkan ketika Dia memberi Anda perintah untuk mengasihi sesama manusia seperti diri Anda sendiri.
Menarik sekali, semakin Anda abaikan kebahagiaan pribadi Anda, maka Anda akan menjadi semakin bahagia. Kebahagiaan yang sejati terutama diisi oleh pemenuhan hasrat-hasrat yang tidak egois. Jika Anda bermaksud mengerjakan sesuatu karena memang mengasihi hal yang Anda kerjakan itu, maka kebahagiaan Anda akan bergerak sejajar dengan pancapaian Anda dalam tindakan tersebut. Namun jika Anda berbuat baik hanya untuk mempertahankan kebahagiaan Anda, maka Anda akan gagal. Anda akan seperti anak kecil yang sedang mengejar bayangannya sendiri; dia tidak akan pernah berhasil mendapatkannya, karena bayangan itu akan selalu memiliki jarak dengannya.
3. "Bukankah Kristus memandang bahwa sukacita itu terletak di depan-Nya?"
Memang benar bahwa Yesus mengabaikan rasa malu dan memikul salib, dan memandang kebahagiaan yang terbentang di hadapan-Nya. Akan tetapi kebahagiaan macam apakah yang terbentang di hadapan-Nya itu? Bukan keselamatan pribadi-Nya, bukan sukacita-Nya sendiri, melainkan kebaikan luar biasa yang akan Dia kerjakan bagi keselamatan dunia. Kebahagiaan orang lainlah yang menjadi tujuan-Nya. Dengan demikian, kebahagiaan itu memang terbentang di hadapan-Nya...dan memang kebahagiaan itulah yang Dia dapatkan.
4. "Bukanlah Musa juga mencari imbalan?"
Benar, Musa mencari imbalan. Namun apakah imbalan itu demi keuntungan pribadinya? Jauh dari itu. Hadiah itu adalah keselamatan bag umat Israel. Pernah Allah berniat membinasakan umat Israel membangun satu bangsa besar dari keturunan Musa. Jika Musa egois, tentunya dia akan berkata, "Benar, Tuhan, Biarlah terjadi seperti yang Kau kehendaki atas hamba-Mu ini." Namun apa yang dia katakan? Mengapa hatinya begitu terpaku pada keselamatan umatnya, dan juga kemuliaan Allah, sehingga dia bahkan tidak berpikir untuk menerima niatan Tuhan tersebut. Sebaliknya, dia justru berkata, "Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis." (Kel. 32:32). Tanggapans semacam ini tidak keluar dari orang yang egois.
5. "Bukankah Alkitab berkata bahwa kita ini mengasihi Allah karena Allah lebih dulu mengasihi kita?"
Memang ada disebutkan, "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yoh 4:19). Kalimat itu memiliki dua macam makna:
1) Kasih-Nya kepada kita memungkinkan kita untuk mengasihi Dia; atau 2) Kita ini mengasihi Dia karena kebaikan dan pemihakan yang telah Dia tunjukkan kepada kita. Makna yang kedua itu jelas tidak benar karena Yesus Kristus dengan jelas menyatakan satu prinsip di dalam Khotbah di Bukit: "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka." (Luk 6:32).
Jika kita mengasihi Allah, bukan karena kepribadian-Nya melainkan karena pemihakan-Nya kepada kita, berarti kita ini tidak ada bedanya dengan orang yang belum bertobat.
6. "Bukankah Alkitab menawarkan kebahagiaan sebagai upah dari kebenaran?"
Alkitab menyebutkan kebahagiaan sebagai hasil dari kebenaran, akan tetapi tidak ada disebutkan bahwa kebahagiaan Anda itu adalah alasan untuk berbuat baik.
7. "Mengapa Alkitab terus berbicara tentang harapan dan ketakutan pada manusia jika kepedulian akan kebahagiaan pribadi Anda bukanlah suatu motif yang tepat bagi tindakan-tindakan Anda?"
Manusia pada dasarnya cenderung untuk merusak, dan memang tidaklah salah bertindak menghindarinya. Kita memang boleh peduli akan kebahagiaan kita, namun selalu dengan penilaian yang wajar.
Dan juga, manusia itu mabuk dengan dosa-dosa sehingga Allah tidak bisa masuk ke dalam perhatian mereka, agar mereka bisa mempertimbangkan tentang kepribadian-Nya yang sejati dan alasan-alasan untuk mengasihi Dia, kecuali jika Dia bergerak mengincar harapan dan ketakutan-ketakutan mereka. Namun begitu mereka disadarkan, maka Dia akan menawarkan Injil kepada mereka. Saat seorang penginjil berkhotbah tentang kengerian yang berasal dari Tuhan, sehingga pendengarnya terkejut dan tersadar, selanjutnya dia akan menyampaikan tentang kepribadian Allah kepada mereka, untuk menarik hati mereka agar mengasihi Dia karena kesempurnaan karakter-Nya itu.
8. "Bukankah Injil menawarkan pengampunan sebagai dasar bagi motivasi ketaatan?"
Jika yang Anda maksudkan adalah bahwa seorang berdosa disuruh untuk bertobat dengan janji bahwa dia akan diampuni, maka perlu saya katakan bahwa Alkitab tidak pernah menyampaikan hal yang semacam itu. Alkitab tidak pernah mendorong seorang berdosa untuk berkata, "Aku akan betobat jika Engkau mau mengampuni." Dan memang tidak ada tawaran pengampunan sebagai pendorong untuk pertobatan.
Beberapa catatan penutup
1. Sebagian orang lebih giat mempertobatkan orang berdosa daripada mengupayakan pengudusan jemaat dan pemuliaan nama Allah melalui perbuatan baik umat-Nya.
Banyak orang yang ingin melihat orang lain diselamatkan, bukan karena kehidupan dan perbuatan orang itu menyakiti serta mempermalukan Allah, melainkan karena mereka prihatin akan orang tersebut dan tidak ingin melihat dia masuk neraka. Orang kudus sejati merasa sedih melihat dosa, karena dosa mempermalukan nama Allah. Dan mereka paling prihatin saat melihat orang Kristen berbuat dosa karena itu bahkan lebih mempermalukan Allah.
Sebagian orang tampaknya tak begitu peduli akan keadaan Jemaat, selama mereka bisa mempertobatkan lebih banyak orang lain, bagi mereka 'keberhasilan' penginjilan sama dengan 'keberhasilan' Jemaat, namun mereka tidak begitu peduli apakah Allah dipermalukan atau dipermuliakan lewat kehidupan Jemaat itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak didorong oleh kasih yang murni kepada Allah dan kekudusan, melainkan pada perasaan manusiawi mereka terhadap si orang berdosa itu.
2. Berdasarkan semua hal yang telah saya sampaikan itu, sangatlah mudah untuk memahami mengapa banyak orang yang mengaku Kristen namun memiliki pandangan yang begitu berbeda tentang apa sebenarnya Injil itu
Sebagian orang memandang Injil hanya sebagai suatu hiburan saja bagi umat manusia, di mana Allah ternyata bukanlah Pribadi yang seketat apa yang disampaikan dalam Hukum Taurat. Mereka mengira bahwa mereka bisa menjadi seduniawi apapun, dan Injil akan tetap menutupi kekurangan mereka serta menyelamatkan mereka.
Yang lain lagi, memandang Injil sebagai karunia ilahi dari Allah, dengan tujuan utama memusnahkan dosa dan menumbuhkan kekudusan. Oleh karenanya, kekudusan yang kurang dari yang dituntut dari dalam hukum Taurat adalah hal yang sangat mereka tolak, nilai Injil justru terletak dari kuasa untuk menjadikan mereka kudus.
 "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Atau, apakah kamu tidak menyadari bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu - melainkan kamu tidak tahan uji." (2 Kor 13.5 NASB)"

 Charles G Finney

(Artikel ini diedit dan disusun ulang oleh Melody Green & Martin Bennet dan diterjemahkan oleh Cahaya Pengharapan Ministries)